India Menjadi Bharat, Apakah Nama Indonesia Perlu Diganti Juga
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 12 September 2023 10:10 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sepertinya musim ganti nama negara. Saya kira Turki yang terakhir ganti nama, dari Turki menjadi Turkiye. Rupanya ada yang terbaru, India.
Pada perhelatan G20, India tak lagi menggunakan nama India, melainkan Bharat. Bukan lagi India melainkan Bharat. Alasan sederhana pergantian itu, karena nama India itu pemberian nama oleh kolonial Inggris.
Nama itu bukan lahir dari orang India, melainkan orang asing. Terkesan India masih menjadi jajahan Inggris. Narendra Modi tak mau itu. Pas India jadi tuan rumah G20, ia mengganti India menjadi Bharat.
Baca Juga: Posisi PKS Secara Politik Sedang Terjepit, Tak Bisa Menuntut Mahar Politik
Bukan mau keren-kerenan, melainkan nama negaranya lahir dari rahim orang Indianya sendiri. Bharat. Kalau di Indonesia biasa disebut Bharata. Kesannya sangat Hindu, karena India dengan populasi Hindu terbesar di dunia.
Sebelum India ada sejumlah negara mengganti nama negaranya. Abyssinia menjadi Ethiopia, Irish Free State menjadi Ireland, Ceylon menjadi Sri Lanka, Persia menjadi Iran, Ceko menjadi Czechia, Burma menjadi Myanmar, dan Turki menjadi Turkiye.
Bukan hanya nama negara, ada negara juga mengganti nama ibukotanya. Ibukota Thailand awalnya Bangkok menjadi menjadi Krung Thep Maha Nakhon. Indonesia bukan mengganti, melainkan memindahkan ibukota dari Jakarta ke Nusantara di Kaltim.
Kalau mengikuti India, ada baiknya nama Indonesia diganti juga ya. Karena, nama Indonesia bukan lahir dari orang Indonesia, melainkan orang asing. Menurut para sejarawan, istilah Indonesia baru muncul pada abad ke-19.
Nama yang berasal dari kata "Indus" (Hindia) dan "nesia" (kepulauan) ini merupakan gagasan pengacara Inggris James Richardson Logan dan koleganya yang ahli geografi, George Windsor Earl.
Istilah Indonesia dipopulerkan di Asia sebagai istilah akademik oleh etnografer Jerman, Adolf Philipp Wilhelm Bastian (1826-1905). Nama Indonesia pertama kali digunakan secara politik pada 1920-an. Menjadi resmi sebutan Indonesia saat Soempah Pemoeda tahun 1928.
Kalau mengikuti India, ya ganti nama negara. Indonesia pemberian nama kaum kolonialis, bukan lahir dari negeri ini. Cuma, mau ganti nama baru apa ya? Bisa saja ganti dengan Jawi, karena sebelum Indonesia ada, kawasan nusantara disebut Jawi.
Atau nama yang berbau Arab, karena orang kita pada umumnya suka itu. Atau, nama berbau sanskerta seperti halnya di dunia militer suka menggunakan istilah dari bahasa zaman dulu itu. Atau, akronim, misal Negara Srima, Sriwijaya Majapahit. Atau, apa lagi ya. Ini hanya umpama saja.
Tapi, perubahan nama negara tak semudah yang kita bayangkan. Tak cukup hanya potong kambing. Mengubah nama negara berarti mengubah UUD 45. Berat urusannya.
Bukan berarti tidak bisa, cuma pasti menimbulkan polemik. Soal nama saja pasti ribut. Istilah Nusantara saja sempat jadi polemik, namun akhirnya bisa juga ketuk palu di DPR RI.
"What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet," kata William Shakespeare (1564 - 1616), pujangga terbesar Inggris.
Artinya, “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.”
Apalah arti sebuah nama. Indonesia tetaplah Indonesia. Begitu ya. Namun, di kalangan umat Islam, nama itu adalah doa. Ada baiknya setiap nama mengandung doa atau mencerminkan kebaikan.
So, apakah Anda setuju nama Indonesia diganti nama baru, atau tidak? Silakan jawab sendiri ya...he..he...he.
(Oleh: Rosadi Jamani, Satupena Kalbar)