Hendrajit: Mengenang Reputasi Faisal Motik, Sang Mentor dan Inspirator di Momen 39 Tahun ISAFIS
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 05 September 2023 18:20 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Selamat ulang tahun ke-39 untuk ISAFIS, semoga terus berkibar. ISAFIS merupakan komunitas mahasiswa lintas universitas dan multi disiplin ilmu. Didirikan pada 1984 oleh bang Faisal Motik, Irma Hutabarat, Adnan Pandu Praja, Imam Prasodjo, Suryani Sidik Motik dan Mohendra Asoka.
Saya sendiri bergabung pada 1986 masuk angkatan ketiga. Organ ekstra mahasiswa satu ini unik. Meski namanya Himpunan Mahasiswa Peminat Masalah Internasional atau Indonesian Student Association for International Studies alias ISAFIS.
Namun anggota ISAFIS tidak semua mahasiswa hubungan internasional. Ada dari hukum seperti Adnan Pandu yang kemudian komisioner KPK dan mas Hikmahanto yang kelak jadi pakar hukum internasional.
Baca Juga: Kesepakatan Dana Perubahan Iklim untuk Indonesia, yang Dijanjikan Senilai USD 20 miliar, Kini Macet
Ada juga yang dari ekonomi seperti Asoka. Ada yang dari sastra sepetti Irma Hutabarat dan Fadli Zon. Ada yang hubungan internasional seperti Geisz Chalifah yang kemudian jadi pebisnis. Atau mas Imam Prasodjo dari sosiologi yang kelak jadi pakar sosial ternama.
Dan saya sendiri yang mungkin aktivitas sekarang sebagai pengkaji geopolitik internasional, yang paling mendekati fokus utama kegiatan ISAFIS sejak awal. Meski antara 1992-2009 sempat nyasar ke bidang jurnalistik.
Setelah saya renungkan di usia ISAFIS yang ke 39 ini sontak muncul tanya. Apa sesungguhnya kekuatan tidak kasat mata ISAFIS? Kata kuncinya adalah peran Bang Faisal Motik, bukan saja sebagai senior. Tapi juga mentor.
Ketika saya mengenang kembali osmosis Jalan Banyumas nomor 2 yang ada di kawasan Menteng, ternyata bukan sekadar kantor sekretariat dan posko. Tetapi mengingatkan saya pada Gang Paneleh Surabaya. Rumah kos kosan Haji Oemar Said Cokroaminoto.
Di rumah kosan Pak Cokro ini ada tiga pemuda yang kelak jadi tokoh nasional dari tiga ideologi yang berseberangan. Sukarno yang kelak tokoh nasionalis. Karto Suwiryo tokoh pergerakan Islam, kelak jadi motor penggerak Darul Islam DI/TII. Dan Alimin salah satu tokoh sentral Partai Komunis Indonesia.
Lepas dari ketiga tokoh berbeda ideologi ini, namun ketiganya merupakan orang orang yang berkarakter. Dan berpegang teguh pada nilai nilai dan prinsip yang diyakininya. Dan ketiganya berjiwa kepemimpinan.
Hal itu terjadi melalui bimbingan spiritual, keilmuan dan keteladanan moral pak Cokro, yang berhasil menyengat dan menyetrum jiwa pemikiran ketiga anak muda tadi.
Bang Ical, begitu kami menyapa, punya kualitas Pak Cokro pada dirinya. Dan karisma khas Ical Motik masih memancar dalam reuni dan ultah ISAFIS yang kebetulan Februari ini genap berusia 39 tahun.
Kiprah beberapa teman yang saya sebut tadi, termasuk saya, ada masa merasakan langsung gaya kepemimpinan bang Ical yang khas seperti kiai pondok. Yang dalam pola komunikasinya kepada kita selalu bertutur dan bercerita. Tidak pernah pakai konsep atau peristilahan yang njelimet.
Tapi dengan begitulah kita digugah ke arah kesadaran baru dan wawasan baru untuk menyiasati keadaan. Sehingga lambat laun peka dan perseptif pada bakat keahlian khas kita masing-masing.
Ada masa para junior macam saya, Fadli Zon atau Geisz sekalipun yang lebih mengenal Ical daripada saya dan Fadli, kadang tidak sabar atau menganggap model kepemimpinan Ical ini terlalu konservatif dan kurang punya cita rasa politik.
Namun, macam saya, Adnan Pandu, Geisz, Fauzi Bustami yang pernah wakil dubes di Rusia, Irma atau Fadli, akhirnya merasa beruntung bang Ical pernah jadi mentor kami.
Baca Juga: Inilah Deretan Jejak Karir Inspiratif Ridwan Kamil Setelah Lepas Jabatan Gubernur di Jawa Barat
Fakta bahwa ketika kami gabung ISAFIS Bang Ical punya rekam jejak empat kali jadi ketua umum Remaja Masjid Sunda Kelapa. Rasanya putra asli Palembang dan alumni Fakultas Hukum UI ini memang passion-nya di dunia dakwah dan pendidikan. Tetap berkiprah di jalur ini hingga kini. Tiada lain.
Jika para juniornya sekarang ini bertebaran di aneka keahlian, profesi dan posisi jabatan. Namun bang Ical masih tetap seperti dulu. Awet muda di usianya yang sudah 63 tahun. Nyantai. Penuh canda tawa dan nyentil sana sini.
Sontak saya sadar. Inilah ilmu dan ajaran bang Ical yang baru tersingkap malam tadi. Dalam hidup ini. Utamanya dalam menggeluti bidang keahlian sekaligus jadi profesi. Ikutilah hasrat sejatimu. Ikuti passion. Yang kemudian baru diasah jadi bakat khusus, baru kemudian tetapkan sebagai profesi. Atau sekadar hobi.
Irma saat ini setia pada passionnya, arranger berbagai kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya. Karena mengikuti passionnya sebagai pelobi. Imam Prasodjo, Hikmahanto atau bang Gihik, Nasrullah dan saya, berkiprah di bidang kajian dan akademik, sesuai minat studi kita masing masing.
Suryani Sidik yang kelak jadi istri bang Ical dan Geisz Chalifah menjadi pengusaha mengikuti passionnya di bidang bisnis. Hingga kini.
Di usia ISAFIS yang ke 39 ini. Tak berlebihan jika kita semua mengenang kontribusi bang Ical sebagai pendiri dan Presiden pertama ISAFIS. SANG MENTOR INSPIRATOR. Haji Faisal Motik al Banyumasi.***