Syaefudin Simon: Oppenheimer di Balik Kemerdekaan Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 14 Agustus 2023 18:30 WIB
Kenapa? Jumlah kelahiran "nyaris sama" dengan jumlah kematian. Catat saat itu belum ada program KB (Keluarga Berencana). Sedangkan wanita Indonesia terkenal subur. Ini artinya, dapat diduga, kematian akibat penjajahan Jepang sangat tinggi. Baik kematian akibat peperangan maupun kelaparan.
Banyak pejuang mati dibunuh tentara Jepang. Banyak pula yang mati kelaparan. Kekayaan Indonesia pun dikuras. Dan ribuan wanita Indonesia dijadikan budak seks oleh tentara Jepang (jugun ianfu).
Penyair Idrus, misalnya, dalam puisi Corat Caret di Bawah Tanah menulis: "Kartono sedang asyik bekerja. Dadanya bengkok seperti orang Jepang."
Paus Sastra HB Jassin menafsirkan, dadanya bengkok seperti orang Jepang adalah ungkapan sinisme Idrus bahwa janji orang Jepang bengkok, tidak dapat dipercaya. Idrus tak percaya Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Jepang yang menjuluki dirinya "saudara tua" bangsa Indonesia, akhirnya terpaksa memberikan kemerdekaan setelah bertekuk lutut kepada tentara Sekutu. Ini kondisi yang terpaksa. Mana mungkin negara kalah perang akan punya kekuatan untuk menjajah negara lain?
Setelah bertekuk lutut terhadap Sekutu, kekuatan militer Jepang dipreteli habis. Tanpa dukungan militer yang kuat, tak mungkinlah tentara Dai-Nippon bisa menjajah bangsa lain. Ini artinya, mau tidak mau Jepang harus memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Momen seperti itulah yang lama ditunggu para pejuang kemerdekaan. Begitu Jepang kalah setelah Hiroshima dan Nagasaki dibom atom, para pejuang Indonesia bergerak cepat untuk mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Dan Jepang pun tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Lalu senangkah Oppenheimer -- pencipta bom atom -- melihat kekalahan Jepang sehingga membuat Indonesia merdeka?
Baca Juga: Pengamat Politik Mikhael Raja Muda Bataona: Koalisi Gemuk tidak Menjamin Menang Pilpres