Profil Lengkap Husein Mutahar, Orang Terdekat Soekarno yang Mencetuskan Paskibraka di Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 12 Agustus 2023 19:33 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Paskibraka menjadi aspek penting dalam setiap peringatan Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun belum banyak yang tahu tentang sejarah Husein Mutahar.
Sosok Husein Mutahar tak bisa dilepaskan dari Paskibraka dan sejarah peringatan Proklamasi Indonesia.
Husein Mutahar merupakan pahlawan nasional yang merintis Paskibraka, unit khusus dalam setiap peringatan Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia juga merupakan orang terdekat Presiden Soekarno. Berikut profil lengkapnya.
Baca Juga: Harry Kane Resmi Berseragam Bayern Munchen Usai Bayar Mahar 120 Juta Euro ke Tottenham Hotspur
Husein Mutahar, adalah tokoh yang berjasa besar dalam merintis dan mendirikan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Di sisi lain, sejarah Nasional mengenal Husein Mutahar sebagai seorang nasionalis sejati yang rela berkorban untuk tanah air tercinta serta anti komunis.
Dilansir dari berbagai sumber, pada tahun 1946, ketika ibu kota negara masih berada di Yogyakarta, Husein Mutahar, diperintahkan oleh Presiden Sukarno untuk mempersiapkan
momen peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) pertama.
Saat itu, ibukota Indonesia dipindahkan sementara ke Yogyakarta untuk menghindari agresi militer Belanda pertama dan kedua.
Husein Mutahar yang lahir pada 5 Agustus 1916, memang hadir di momen krusial Republik Indonesia yang baru lahir itu.
Menjelang remaja, Husein Mutahar terjun sebagai seorang pelaut. Dan usai proklamasi kemerdekaan Indonesia, Husein Mutahar bergabung ke Mabes TNI AL yang saat itu baru terbentuk dan bermarkas di Yogyakarta.
Tak lama kemudian, ia diajak menjadi pengawal dan asisten Presiden Sukarno yang berkantor di Yogyakarta. Husein Mutahar langsung menyandang pangkat Mayor (laut) seketika.
Dalam buku biografinya yang ditulis Cindy Adams, bung Karno mengenang sosok Husein Mutahar sebagai seorang yang awam protokoler kepresidenan namun sanggup mengatasi masalah-masalah protokol yang harus ia lakukan.
Tak heran, jika kemudian Husein Mutahar menerima tugas yang sangat berarti dari Presiden Soekarno.
Ia diminta untuk menyusun upacara pengibaran bendera merah putih secara khidmat dan berkesan.
Saat itulah, tercetuslah ide di pikiran Husein Mutahar bahwa lebih tepat jika pengibaran bendera pusaka dilakukan oleh para pemuda dari berbagai penjuru Tanah Air, mengingat peran mereka sebagai generasi penerus perjuangan bangsa.
Namun, karena ide tersebut tidak dapat diwujudkan sepenuhnya, karena Indonesia masih dalam revolusi fisik berperang dengan Belanda.
Husein Mutahar hanya dapat melibatkan lima orang pemuda (tiga laki-laki dan dua perempuan) yang sedang berada di Yogyakarta, masing-masing berasal dari berbagai daerah. Kelima pemuda ini melambangkan prinsip Pancasila.
Mulai saat itu hingga tahun 1949, pengibaran bendera di Yogyakarta tetap dilakukan dengan metode yang sama.
Ketika Ibukota kembali ke Jakarta pada tahun 1950, peran Husein Mutahar dalam pengibaran bendera pusaka berakhir.
Pengibaran bendera pusaka pada setiap tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka dilakukan oleh Rumah Tangga Kepresidenan hingga tahun 1966.
Selama periode ini, para pengibar bendera dipilih dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang berada di Jakarta.
Pada tahun 1967, Presiden saat itu, Soeharto, memanggil Husein Mutahar untuk kembali mengurus masalah pengibaran bendera pusaka.
Dengan konsep dasar yang terinspirasi dari tahun 1946 di Yogyakarta, Husein Mutahar mengembangkan ulang formasi pengibaran menjadi tiga kelompok, yang diberi nama sesuai dengan jumlah anggotanya, yaitu:
1. Pasukan 17 / pengiring (pemandu),
2. Pasukan 8 / pembawa bendera (inti),
3. Pasukan 45 / pengawal.
Jumlah ini melambangkan tanggal Proklamasi Kemerdekaan RI, yaitu 17 Agustus 1945 (17-8-45).
Husein Mutahar masih terus berkiprah di tingkat nasional meski kepala negara telah berganti kepada Soeharto.
Pada tahun 1969 - 1973, Habib Husein Mutahar mengemban amanah sebagai Duta Besar Indonesia untuk tahta suci Vatikan.
Pada tanggal 9 Juni 2004, Mutahar berpulang di Jakarta pada usia mendekati 88 tahun karena faktor usia.
Ia meninggal karena kondisi kesehatannya yang memburuk. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Jeruk Purut, yang terletak di wilayah Jakarta Selatan. ***