DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Praktisi Media Minta Wartawan Tidak Kehilangan Sikap Kritis Dalam Memberitakan Isu BPA

image
Ilustrasi para wartawan di Dewan Pers. Wartawan harus kritis dalam memberitakan isu BPA, karena itu isu bagian dari perang dagang.

“Ini kan malah membuat publik bingung membacanya. Dikhawatirkan lagi, apa yang disampaikan para narasumber itu malah akan membuat isu ini menjadi berkepanjangan karena mereka hanya dimanfaatkan saja untuk framing berita,” tukasnya.

Hal-hal seperti ini, menurutnya, seharusnya bisa dibaca oleh wartawan. Sayangnya, Satrio melihat dalam dunia media saat ini banyak para pekerja pers yang hanya bisa menulis berita saja tanpa memahami dan tahu etika jurnalistik.

“Jadi, mereka belum bisa disebut sebagai wartawan profesional karena belum menerapkan prinsip-prinsip jurnalistik secara pas,” tukasnya.

Baca Juga: Rio Motret Tegas Beri Klarifikasi, Bukan Dia yang Jadi Fotografer Ketika Body Checking Miss Universe Indonesia

Celakanya lagi, lanjutnya, saat ini tidak ada penanda yang jelas antara tulisan hasil karya jurnalisme atau tulisan berbayar (advertorial). Hal itu membuat pembaca tidak tahu apakah ini berita organik (murni) atau berita komersial berbayar.

Kekisruhan ini juga ditambah dengan kehadiran ‘bohir’ atau mediator penyebaran ‘rilis,’ yang diduga memberikan ‘balas jasa’ ke media yang menerbitkan tulisan sesuai ‘rilis’ tanpa melakukan cek ricek.

Dalam memilih narasumber itu, kata Satrio, kalau di media yang profesional, biasanya ada arahan dari pimpinannya apakah itu redaktur, redpel, atau pemred untuk mencari narasumber yang benar-benar menguasai materi yang akan ditanyakan.

“Ketika meliput begitu harusnya. Jadi tidak asal meliput dan ditayangkan begitu saja tanpa mengetahui latar belakang narasumbernya,” tukasnya.

Baca Juga: Benjamin Pavard Jadi Bidikan Utama Manchester United Jika Harry Maguire Resmi Pindah ke West Ham

Wakil Ketua Dewan Pers periode 1999-2022, Hendry Ch Bangun juga mengatakan, seharusnya berita-berita yang tidak sesuai prinsip-prinsip jurnalis itu tidak layak untuk ditayangkan. “Buat apa dimuat,” katanya.

Menurutnya, pemuatan rilis itu tergantung nilai beritanya apakah ada atau tidak. Kemudian juga sesuai atau tidak dengan visi misi media itu. “Dan harus dicek apakah berimbang atau partisan. Sebab yang kena nanti kan medianya kalau ada apa-apa,” ujarnya.

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait