Dr Abdul Aziz: Korupsi Itu Extraordinary Crime, Marsekal
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 01 Agustus 2023 06:37 WIB
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sebetulnya mengatur bahwa jabatan sipil hanya dapat diduduki prajurit yang sudah pensiun atau mundur. Hal itu termaktub dalam Pasal 47 ayat (1).
Namun, pada ayat (2), UU TNI mengatur ada sejumlah jabatan sipil yang diperbolehkan diisi prajurit aktif, yaitu kantor yang berkenaan dengan politik dan keamanan negara, pertahanan, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, dewan pertahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, dan Mahkamah Agung.
Akan tetapi Pasal 47 ayat (3) beleid yang sama menegaskan bahwa prajurit yang duduk di beberapa lembaga, termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.
Ingat, Basarnas adalah lembaga sipil dengan administrasi sipil. Oleh karena itu, kasus hukum yang menjerat pejabat Basarnas semestinya tunduk pada peradilan sipil.
Apalagi, Pasal 42 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 menegaskan bahwa KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.
Sementara di pihak lain, pasal 65 ayat (2) UU TNI menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer "dalam hal pelanggaran hukum pidana militer".
Pertanyaannya: Apakah korupsi di Basarnas masuk dalam kategori pelanggaran militer? Jelas bukan.
Apakah Basarnas lembaga militer? Jelas bukan.
Dengan demikian, KPK yang menangkap dua perwira militer aktif yang diduga melakukan tindak pidana korupsi tersebut masih berada di jalur yang benar. KPK masih on track!