Ketua PIS Ade Armando Minta MA Cabut Larangan Pernikahan Beda Agama
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 27 Juli 2023 08:20 WIB
Kalau dibaca secara jeli, dua pasal itu hanya menyebut “menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya” dan “oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku”.
Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Perkawinan berbunyi, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya.” Sementara Pasal 8 huruf f berbunyi, “Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.”
“Dua pasal itu sebenarnya tidak secara tegas menyatakan bahwa perkawinan yang seagama adalah perkawinan yang diakui di Indonesia, sementara perkawinan yang berbeda agama adalah perkawinan yang tidak diakui,” kata Ade.
Baca Juga: Kasus Suap Pengadaan Alat Deteksi Korban Reruntuhan Basarnas, KPK Sita Uang Hampir Rp1 Miliar
Klausul “sah apabila dilakukan menurut hukum agama” adalah sebuah pernyataan yang multi tafsir.
Tafsir yang pertama adalah yang berpandangan bahwa satu-satunya perkawinan yang direstui ajaran agama adalah pernikahan pasangan yang se-agama, sedangkan perkawinan yang berbeda agama adalah perkawinan yang tidak direstui ajaran agama.
Selama ini tampaknya banyak anggota masyarakat yang percaya tafsir ini adalah satu-satunya tafsir tentang persoalan pernikahan berbeda agama.
Padahal, ada tafsir lain tentang pernikahan berbeda agama. Yaitu, tafsir yang berpandangan bahwa pernikahan yang se-agama dan perkawinan yang berbeda agama adalah sama-sama perkawinan yang direstui ajaran agama.
Dalam Islam, misalnya, tafsir yang kedua ini dianggap valid karena merujuk pada ayat-ayat al-Quran dan pengalaman Nabi Muhammad serta sejumlah sahabat Nabi Muhammad.