Mengapa Saya Sinis Pada Mereka yang Omong Enteng tentang People Power atau Revolusi Berdarah Darah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 22 Juni 2023 08:00 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Belakangan ini ada sejumlah politisi, praktisi politik, dan aktivis mahasiswa yang menuntut Presiden Jokowi mundur, dimakzulkan, dengan ancaman akan terjadi people power atau revolusi berdarah-darah.
Saya heran. Kalau tujuannya cuma Jokowi berhenti jadi Presiden, bukankah beberapa bulan lagi akan ada pemilihan presiden 2024? Siapapun presiden terpilih nanti, Jokowi pasti berhenti jadi presiden. Lantas, mengapa mesti mengancam dengan people power atau revolusi berdarah-darah?
Mereka pun mengucapkan ancaman people power atau revolusi berdarah-darah itu dengan nada enteng, ringan, seperti tanpa beban. Padahal, bagi saya, itu sangat serius.
Baca Juga: RENUNGAN: Waspada Terhadap Jebakan Kekayaan
Sejauh yang saya pahami, revolusi yang berarti perubahan kekuasaan atau sistem pemerintahan yang drastis secara cepat, dalam prosesnya akan memakan banyak korban manusia (human cost).
Sekadar contoh di Asia Tenggara, sebanyak 1,5 – 2 juta warga Kamboja tewas dalam genosida yang dilakukan rezim Khmer Merah di Kamboja pada 1975-1979.
Itu hampir seperempat populasi Kamboja 1975! Kaum intelektual, religius atau etnis tertentu yang dianggap menolak rezim ikut dibantai.
Reformasi 1998 saja di Indonesia, yang menurut saya belum termasuk kategori revolusi, sudah memakan banyak korban manusia.
Proses ini disertai dengan huru-hara, kerusuhan, pembakaran, penjarahan, dan pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa (sampai sekarang pelakunya tidak pernah ditangkap atau diadili).