SURVEI ITU SEPERTI SIRUP: Penjelasan Sederhana tentang Metode Survei Capres untuk Orang Awam
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 16 Juni 2023 11:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Belum lama ini ada simpatisan Anies Baswedan yang di medsos, yang mengeritik dan meragukan hasil survei elektabilitas capres. Dia menuduh, itu survei ngawur dan bayaran karena Anies selalu ditempatkan di posisi bawah.
Dia mengatakan, dalam beberapa kampanye di lapangan, terlihat banyak sekali massa pendukung Anies. Kok hasil survei bertolak belakang, dan posisi Anies tidak di atas?
Sayangnya, kritik pendukung Anies itu tidak disertai pemahaman yang memadai tentang metode survei.
Baca Juga: WOW! Usia Calon Jemaah Haji di Banyuwangi Ini Sudah Mencapai 103 Tahun Lebih!
Maka di sini akan dijelaskan secara singkat dan sederhana tengtang metode survei elektabilitas pilpres dengan analogi sirup.
Survei itu menggunakan metode sampling. Jadi kalau ada 1 drum besar isinya sirop, Anda tidak perlu minum semua 1 drum sirup itu untuk tahu bahwa sirup itu rasanya manis. Cukup Anda rasakan satu gelas saja. Jelas ya?
Tapi supaya cara pengambilan sampelnya benar, sirup itu harus diaduk merata sehingga rasa manisnya tersebar merata. Sehingga sampel (sebut saja saya gunakan 1 gelas sirup dari isi 1 drum sirup itu) bisa dibilang mewakili (representatif).
Untuk menentukan jumlah sampel, apakah cukup 1 gelas atau 2 gelas dan sebagainya itu nanti ada rumusnya sendiri. Jelas ya?
Baca Juga: Tito Gatsu: Agama Adalah Jualan Kecap Nomor Satu
Nah, kalau saya bikin kerumunan massa 1 juta orang di Depok, Jawa Barat (basis PKS) untuk mendukung dan mengelu-elukan Anies, itu memang keren dan hebat. Bagus buat divideokan.
Tetapi gambaran keren itu sayangnya sama sekali tidak representatif. Kenapa? Karena survei pilpres itu kan mengklaim mewakili nasional dan Depok masih sangat jauh dari representasi nasional.
Dalam bahasa awam: sirupnya tidak diaduk merata. Artinya, pusat rasa manis sirupnya cuma di Depok semata. Tetapi rasa sirup yang tidak manis di Jawa Timur dan Jawa Tengah (basisnya PDIP) sama sekali tidak diukur.
Jelas hasilnya akan salah arah. Nah, prinsip yang sama juga berlaku untuk poling lucu-lucuan ILC (Indonesia Lawyer Club) atau ;poling apapun yang beredar di medsos.
Baca Juga: Buku Limitless Mind Karya Jo Boaler Buka Pikiran dan Potensi Tanpa Batas
Poling-poling itu tidak punya makna apa-apa, karena memang tidak representatif (sirupnya tidak diaduk merata). Tidak mewakili suara nasional.
Jadi di grup WA yang mayoritas anggotanya pendukung Anies, Anies bisa dapat suara 80 persen. Tetapi di grup WA lain yang mayoritas anggotanya pendukung Prabowo atau Ganjar, hasilnya bisa jauh berbeda seperti bumi dan langit.
Dan semua poling medsos itu, baik yang memenangkan Anies, Prabowo ataupun Ganjar, sama-sama tidak representatif, alias adukan sirupnya tidak merata. ***
Silakan simak berita menarik lain ORBITINDONESIA.COM di Google News.