Lukas Luwarso: Transformasi Relawan Menjadi Rekanan Politik
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 04 Juni 2023 10:00 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Istilah "relawan" mewarnai dinamik politik elektoral Indonesia sepuluh tahun terakhir. Relawan politik, sebagai frasa atau istilah, sebenarnya agak bernuansa oxymoron, dua kata yang saling menegasi, kontradiktif atau tidak cocok (sama seperti frasa benci tapi rindu, etika politik, atau etika bisnis).
Awal munculnya relawan politik dimulai pada pemilihan Gubernur DKI pada 2012. Ketika publik terpikat pada munculnya sosok pasangan cagub Jokowi-Ahok.
Pasangan cagub yang saat itu didukung relawan dianggap bukan merepresentasikan kekuatan politik formal (oligarki parpol), untuk melawan inkumben Gubernur Fauzi Bowo.
Baca Juga: Taklukkan Man United di Final Piala FA, Man City Selangkah Lagi Menuju Treble Winner
Kemenangan Jokowi-Ahok dianggap sebagai menangnya suara rakyat. Dan "kelompok relawan" kemudian menjadi leksikon baru dalam politik elektoral Indonesia.
Menjadi kelompok penekan (pressure group), vis a vis partai politik, yang kekuatan dan pengaruhnya tidak bisa diabaikan.
Pasca pilgub DKI 2012, "relawan politik" menjadi menu penting gastronomi persaingan Pilpres dan Pilkada. Politikus tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu tanpa disertai deretan kelompok relawan pendukung di belakangnya.
Posisi strategis relawan difasilitasi oleh hadirnya era media sosial, ketika setiap individu memiliki medium digital untuk menyuarakan preferensi dan dukungan politiknya secara informal.
Baca Juga: Begini Detik-detik KRI Teluk Hading 538 Terbakar di Sulawesi Selatan
Kelompok relawan sering menamai diri secara unik, memilih nama singkatan bernuansa informal bahkan main-main. Seperti Rejo, Projo, GoJo (Golkar-Jokowi), Seknas-Jo, Joman, adalah contoh beberapa nama populer pendukung presiden Jokowi.