In Memoriam Sarwono Kusumaatmadja dan Aktivis Koridor Tengah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 27 Mei 2023 11:40 WIB
Kesempatan menjadi orang inti Cendana saat itu terbuka. Pernah datang satu era. Sarwono dipanggil ke Cendana hampir setiap minggu.
Empat mata saja mereka bicara. Pak Harto banyak bercerita. Sarwono banyak menjadi pendengar saja. Namun dari cerita yang dikisahkan Pak Harto, tak berkait dengan tugas Sarwono sebagai menteri atau sekjen Golkar.
Sarwono sempat bingung juga. Mengapa ia dipanggil tapi hanya untuk menjadi pendengar kisah-kisah Pak Harto yang tak berkait langsung dengan kerja Sarwono.
Ia pun bertanya kepada seniornya yang lebih berpengalaman dengan Pak Harto, seperti Sudharmono dan Benny Moerdani. Keduanya menjawab sama. Sarwono sedang diuji untuk direkrut menjadi orang inti Cendana.
Sarwono juga mendengar. Menjadi orang inti Cendana ada suka dan dukanya. Suka karena ia banyak memperoleh kemudahan karena Pak Harto sangat berkuasa waktu itu.
Namun dukanya, orang inti Cendana sering mendapat tugas khusus. Kadang tugas itu bertentangan dengan suara hati. Toh, tugas itu harus dikerjakan. Dan ia harus tutup mulut pula.
Sarwono menolak untuk menjadi orang inti Cendana. Secara sadar, ia memilih koridor tengah saja. Itu bukan koridor kelompok oposisi. Namun bukan juga koridor lingkaran inti.
Di ruang koridor tengah itu, Sarwono lebih menemukan jati dirinya. Diri tetap bisa bermanuver dalam komunikasi publik, walau tak beroposisi frontal dengan Pak Harto.
-000-
Di era reformasi, Sarwono konsisten dengan pilihan koridor tengah. Ia tak beroposisi kepada presiden manapun, sejak Habibie, Mega, Gus Dur, SBY hingga Jokowi. Ia juga tidak menjadi tim inti presiden manapun.