DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Manuel Kaisiepo: Soeharto...

image
Mantan Presiden RI ke-2, Jendral Soeharto

Memang mungkin tidak valid, tapi setidaknya menggelitik rasa ingin tahu: bagaimana kekuasaan diperoleh, dikelola, dipertahankan, dan kapan berakhirnya.

Maka teringatlah tulisan lama Ben Anderson, "The Idea of Power in Javanese Culture", atau juga buku klasik karya Pak Soemarsaid.

Sudah lama kajian Soemarsaid Moertono tentang konsep negara pada era Mataram abad 16-18 membantu memberikan pemahaman yang baik atas topik ini lewat bukunya, STATE AND STATECRAFT IN OLD JAVA: A STUDY OF THE LATER MATARAM PERIOD, 16th to 19th CENTURY (Cornell MIP, 1968).

Baca Juga: Teluk Love Jember, Bukit Paling Romantis dengan Pemandangan Pantai Selatan yang Eksotis

Menurut kajiannya, dalam konsepsi Jawa kekuasaan itu sakral, legitimasinya dari "langit". Penguasa adalah representasi kekuasaan adikodrati, sehingga legitimasinya tidak boleh dipersoalkan.

Kekuasaan itu tidak usah dicari. Itu adalah nasib baik, "pinesti" (sudah ditentukan), "tinitah" (ditakdirkan), istilah pinjaman bahasa Arab, "takdir".

Kekuasaan itu baru akan berakhir ketika si penguasa memiliki pamrih, sehingga mendapat hukuman tidak lagi memperoleh legitimasi dari "langit". Contoh-contoh karakter kekuasaan macam ini banyak dijumpai dalam Babad Tanah Jawi, misalnya kisah Jaka Tingkir dan Ki Ageng Pamanahan.

Kajian yang juga mengupas lebih dalam lagi tema ini adalah dari Ben Anderson, "The Idea of Power in Javanese Culture", yang pertama kali dimuat dalam Claire Holt (ed.), CULTURE AND POLITICS IN INDONESIA (1972).

Baca Juga: Deretan Mobil Mewah yang Nongkrong di Film Fast X, ada Chevrolet Impala hingga Lamborghini Gallardo

Tulisan itu kemudian dimuat kembali dalam Ben Anderson, LANGUAGE AND POWER: Exploring Political Cultures in Indonesia (1990).

Halaman:

Berita Terkait