Denny JA: Peran Slamet Rahardjo, Pelestari Cagar Budaya Salatiga, Mirip Periwayat Epik Gilgamesh
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 13 Agustus 2022 10:25 WIB
ORBITINDONESIA - Peran Slamet Rahardjo dalam cagar budaya kota Salatiga mengingatkan pada kisah periwayat Epik Gilgamesh, peninggalan sastra paling tua dalam sejarah. Epik Gilgamesh ini ditulis sekitar tahun 2100 sebelum masehi.
Hal itu diungkapkan Denny JA, Ph. D, Ketua Umum Satupena, dalam sambutannya di webinar Peluncuran Literasi Virtual dan Cetak Buku Cagar Budaya Kota Salatiga Dalam Tindak Slamet Rahardjo. Acara ini berlangsung di Salatiga, Sabtu, 13 Agustus 2022.
Menurut Denny, Slamet Rahardjo juga seorang periwayat tradisi. Ia merekam, menuliskan, dan meriwayatkan kota Salatiga sejak dulu.
Baca Juga: Ganti Deolipa Yumara Sebagai Kuasa Hukum, Bharada E Tunjuk Kuasa Hukum Baru Ronny Talapessy
Slamet Rahardjo antara lain menulis buku: Sejarah Bangunan Cagar Budaya Kota Salatiga (2013). Ia juga menulis buku: Riwayat Perjuangan Pahlawan-Pahlawan Salatiga Dalam Mengisi Kemerdekaan Indonesia (2012).
Denny menjelaskan, Epik Gilgamesh sendiri sudah dilahirkan 4.000 tahun lalu. Epik ini lebih tua seribu tahun dibandingkan kitab suci Torah bangsa Yahudi, 2.100 tahun sebelum Injil, dan 2.700 tahun sebelum Al-Quran.
Sejak ditemukan oleh arkeolog Hormudz Rassam di tahun 1853, epik ini disimpan saja di British Museum.
“Adalah Geoge Smith yang membuat Epik Gilgamesh ini lebih banyak dibicarakan. George Smith adalah seorang ahli budaya kuno Mesir dan peradaban Asyiria,” tutur Denny.
Baca Juga: Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo Ditangkap KPK, 34 Orang Pejabat Ikut Terseret Diamankan
Pada 1873-1875, George Smith berhasil memecahkan kode bahasa dan menerjemahkan sebuah kisah dalam Epik Gilgamesh itu. Ternyata itu adalah kisah banjir besar, mirip kisah Nabi Nuh.