Syaefudin Simon: Ida Dayak dan Cinta Tuhan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 12 April 2023 17:30 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Kemampuan ibu Ida Dayak dalam mengobati berbagai penyakit, khususnya patah tulang, stroke dan urat saraf kejepit memang mengagumkan.
Faktanya, banyak pasien setelah ditangani Ida Dayak sembuh hanya dalam hitungan menit. Ini menarik. Karena ilmu kedokteran dan obat-obatan (medis) sulit melakukannya.
Kemunculan Ida Dayak sebagai "penyembuh" atau tabib kini viral di jagat maya. Kita tak bisa menolaknya, karena faktanya ril. Yang bisa kita katakan: Itulah jika Tuhan berkehendak. Kredonya: Tak ada sesuatu yang tidak mungkin bagi Tuhan.
Baca Juga: Dindikasi Ada Korupsi, Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan Geledah Kantor PT Semen Baturaja Palembang
Ini sama halnya dengan orang yang mampu melihat masa depan dan masa lalunya. Bila Tuhan "merasuk" ke dalam diri orang pilihanNya, niscaya dimensi waktu berubah.
Tidak ada lagi dimensi masa lalu, sekarang, dan akan datang -- tapi waktu seperti hamparan peristiwa yang bisa terlihat urutannya dalam satu episode. Seperti orang menonton film.
Semua orang yang suci hatinya -- yang tujuan hidupnya untuk menyebarkan cinta kasih atau rahmat ke seluruh alam -- niscaya frekwensi jiwanya akan bertemu dengan frekwensi Tuhan.
Jika sudah demikian, maka dimensi ruang dan waktu bagi orang bersangkutan berubah. Seperti Tuhan "melihat" setiap peristiwa. Apa, kenapa, kapan, dan bagaimana solusinya -- terlihat jelas. Tinggal klik, maka kehendak itu akan terjelma. Linieritas hukum sebab akibat lenyap. Yang muncul adalah fakta yang berdiri sendiri.
Baca Juga: Pakar Kebijakan Publik: Menhub Jangan Korbankan Ekonomi Masyarakat di Musim Mudik
Bayangkan, bagaimana mungkin Jesus bisa menghidupkan orang mati? Atau Musa membelah laut? Muhammad menghentikan gerak matahari yang nyaris hilang di ufuk barat agar Ali bisa salat ashar. Ya, itulah intervensi Tuhan untuk para kekasihnya.
Sebetulnya, Tuhan tak hanya memberikan keajaiban itu hanya kepada utusanutusan-Nya. Tapi juga kepada orang awam yang berusaha untuk mencapai kesucian jiwa. Hanya saja, terlalu banyak godaan bagi orang awam untuk mencapai kesucian yang frekwensi jiwanya seperti nabi.
Nabi mendapat keistimewaan itu karena kehendak Tuhan dan Tuhan pun menjaga kesuciannya. Sedangkan orang awam terkadang -- setelah mencapai kesucian dan mendapat keistimewaan dari Tuhan -- ia sering tergelincir.
Dalam hatinya muncul kesombongan dan pretensi tertentu -- seperti tergoda harta, tahta, dan wanita -- sehingga kesuciannya tercemar. Akibatnya keistimewaan dari Tuhan itu hilang.
Setelah hilang, ia bernostalgia seakan Tuhan masih memberikan keistimewaan tadi seperti sebelumnya. Padahal sudah tidak lagi karena hatinya sudah tercemar ambisi.
Nostalgi yang muncul itulah yang kemudian menjadikannya sebagai penipu, dukun sakti, pengganda uang, dan lain-lain. Setelah di hatinya ada pamrih, apa yang diperbuatnya bukanlah kehendak Tuhan. Tapi kehendak setan.
Dalam perjalanan sejarah kesucian, banyak sekali orang-orang yang sudah mencapai frekwensi kenabian, tetiba tergelincir. Ia tergoda ambisi. Cintanya berpamrih. Akibatnya, keistimewaan tadi lenyap. Mukjizatnya hilang.
Mempertahankan kesucian jiwa jauh lebih sulit dari pada mempertahankan disertasi ilmiah. Terlalu banyak godaan, dari yang sangat kasar sampai yang sangat halus. Tuhan menyatakan, jika ada perasaan kesombongan di hati manusia, meski hanya sebesar atom, ia tak berhak mendapat sorga.
Baca Juga: Profil Lengkap Iwan Kurniawan Hasyim Kepala BNN Tasikmalaya yang Viral Minta THR ke PO Budiman
Sorga adalah manifestasi cinta Allah kepada hamba2nya yang satu frekwensi dengan cintaNya. Sorga hanya dapat diraih oleh jiwa-jiwa suci yang memancarkan cinta tanpa pilih kasih.
Kita harus melangkah ke sana bila ingin merasakan sorga. Tidak harus di akhirat kelak. Tapi sekarang pun, di kehidupan kita kini, sorga dapat diraih asalkan jiwa kita suci dan hati kita penuh cinta. Persis seperti kata Rumi. Aku adalah cinta. Agamaku cinta. Tuhanku Cinta. Dan sorgaku cinta.
(Oleh: Syaefudin Simon, wartawan senior dan kolumnis)***