DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Pemerintah Dinilai Belum Siap, Sopir Pertanyakan Keamanan Barang Saat Zero ODOL Berlaku

image
Sopir keluhkan kesiapan Zero ODOL yang merugikan mereka.

ORBITINDONESIA - Para sopir truk mempertanyakan sistem keamanan dan kenyamanan barang-barang kelebihan muatan mereka, yang terpaksa harus diturunkan petugas di jembatan timbang saat diberlakukannya kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Load). 

Pasalnya, ada atau tak ada Zero ODOL, para sopir truk ini harus mempertanggung jawabkan muatan barang yang mereka bawa, agar tetap berada dalam kondisi tidak rusak sampai kepada para penerima barang.  
 
“Kalau ada muatan kami yang terpaksa harus diturunkan karena kelebihan muatan, itu nanti yang bertanggung jawab untuk menjamin barang-barang itu tetap aman siapa?" tanya seorang pengemudi truk wanita asal Jawa Tengah, Ningtyas, terkait Zero ODOL.

Baca Juga: Haiyani Rumondang: Pengesahan RUU PRT Beri Kepastian Hukum

"Karena, pengemudi itu kan ada pertanggung jawaban moralnya terhadap barang-barang yang dibawa hingga sampai kepada si penerima. Apa petugas dan gudang-gudangnya sudah siap untuk itu,” ujar Ningtyas.
 
Dia mengatakan bahwa muatan yang dibawa para pengemudi itu beraneka ragam jenisnya.  Mulai dari barang yang bersifat tahan lama, hingga barang-barang yang mudah busuk.

Sebagai contoh, dia yang sehari-harinya membawa muatan sembako seperti beras, jagung, kacang ijo, dan kedelai, pasti akan terkena kelebihan muatan setiap ditimbang.

“Nah, jika muatan sembako ini diturunkan di jembatan timbang nanti karena terkena kebijakan Zero ODOL, ada nggak yang bertanggung jawab untuk menjamin agar muatan saya itu tidak rusak atau busuk?” tukasnya.

Baca Juga: Penjelasan Gugatan Perkawinan Beda Agama di Indonesia yang Ditolak MK, Apakah Melanggar Hak Asasi Manusia
 
Jika tidak ada, lanjutnya, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas muatan tersebut, para sopir truk akan sangat dirugikan.

“Kami harus membayar ganti rugi atas kerusakan barang yang disimpan di gudang-gudang jembatan timbang itu. Ini kan ujung-ujungnya akan memberatkan pengemudi. Jadi, pemerintah harus memikirkan nasib pengemudi juga sebelum menerapkan kebijakan Zero ODOL ini,” ucapnya.

Sejauh yang ia ketahui, tidak ada tempat penyimpanan barang yang luas untuk barang yang harus diturunkan nanti.
 
Bukan itu saja, ada masalah lain yang juga akan berdampak serius. Ningtyas juga memastikan akan terjadinya antrean yang cukup panjang di jalan-jalan yang ada di sekitar jembatan timbang. 

Baca Juga: Berani Selingkuhi Istri, Segini Gaji Kompol D yang Diterima Tiap Bulan

Menurutnya hal itu terjadi karena pengecekan yang dilakukan petugas jembatan timbang terhadap truk-truk itu terlalu formil dan terlalu detail.

Artinya, muatan bisa diukur ketinggiannya berapa, beratnya berapa, harusnya seperti apa, sehingga untuk satu truk saja, pengecekannya bisa memakan waktu hingga satu jam.

“Itu kan sangat lama dan bisa memacetkan jalan yang notabene juga bisa lumpuh juga. Mungkin ini juga perlu dipertimbangkan," sambungnya.

"Sementara, kita para sopir truk ini kan juga perlu waktu yang cepat agar muatan yang kita bawa bisa sampai ke penerima tepat waktu. Kalau telat, ya kita-kita lagi yang dirugikan karena kena denda,” tutur Ningtyas.

Baca Juga: Sinopsis Film Divergent Tayang di Bioskop Trans TV Malam Ini Lengkap dengan Daftar Pemain: Altruisme
 
Hal senada juga disampaikan pengemudi truk asal Jawa Tengah lainnya, Gigin Ginanjar. Selain soal keamanan dan kenyamanan barang yang diturunkan di jembatan timbang, menurutnya, aturan Zero ODOL itu menimbulkan biaya pada sopir.

Terutama karena penerapan transfer muatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan logistik. “Driver merasa keberatan adanya aturan yang diterapkan seperti ini. Kami para driver banyak dirugikan,” katanya.
 
Sopir truk lainnya, Sanurin, juga menyoal perlakuan berbeda antar masing-masing Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) di Indonesia.

Dia mencontohkan di Bali yang melakukan penindakan terhadap truk ODOL di jembatan timbang, sementara di  Jawa belum.

Baca Juga: Kompol D Akhirnya Akui Nur, Perempuan di Mobil Audi A6 adalah Istri Siri, Sidang Etik Menunggu

“Kalau kami ditindak saat masuk ke Bali, kami sangat dirugikan. Apalagi barang yang kami bawa harus kembali lagi ke Jawa. Seharusnya, sejak jembatan timbang di Jawa, aturan itu juga sudah diterapkan,” tuturnya.   
 
Didik, sopir truk asal Sumatera, bahkan mengutarakan bahwa kondisi jembatan-jembatan timbang di sepanjang jalan yang ada di wilayahnya sudah tidak berfungsi sama sekali. Di antaranya Jambi dan Bengkulu.
 
Terkait dengan hal ini, Dinas Perhubungan Kota Bengkulu pun sudah menyampaikan beberapa permohonan kepada Kementerian Perhubungan RI untuk mengaktifkan kembali jembatan timbang di Kota Bengkulu.

“Kita mengharapkan kementerian dapat mengaktifkan kembali jembatan timbang yang ada di air sebakul yang sekarang ditutup dan tahap supervisi,” ujarnya.***
 

Berita Terkait