Senja SBY dan Politik Baper Playing Victim
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 04 September 2023 07:25 WIB
ORBITINDONESIA.COM - SBY atau Demokrat merasa dikhianati. Sebenarnya tikung menikung dalam dunia politik ini sudah hal yang biasa.
Misalnya, dulu ketika SBY masih menjadi menteri Bu Megawati, SBY melakukan siasat yang akhirnya membawa ia ke kursi Presiden. Aksi kelicikan atau khianat mengkhianati kalau saya perhatikan dan amati, Ibu Megawati sangat tidak menyukai hal itu.
Namun Megawati menyadari bahwa dalam dunia politik hal itu sulit dihindari. Tetapi Bu Mega punya sikap waktu itu dengan cara tidak mau bertemu lagi dengan SBY.
Baca Juga: Hasil BRI Liga 1: PSS Sleman Hanya Mampu Main Imbang Lawan PSM Makassar di Stadion Maguwoharjo
Barulah pada akhirnya di zaman Jokowi, Megawati dan SBY bisa bertemu lagi. Akan tetapi apa yang sudah dilakukan SBY dimasa lalu itu tidak akan pernah dilupakan. Dan itu adalah rekam jejak untuk analisis pada fase perpolitikan berikutnya.
Jadi ketika SBY saat ini merasa dikhianati, sebenarnya dia sudah harus tahu bahwa Demokrat berkawan dengan siapa. SBY seolah-olah tidak tahu rekam jejak Anies yang hanya pandai berkata-kata, sehingga dengan kepandaian berkata-kata itu bisa melahirkan kebohongan yang nyentrik.
Apa yang menimpa Demokrat ini bukan karena dia dikhianati, tetapi karena tidak punya bargaining yang tinggi di dalam koalisi Perubahan itu.
Nilai jual AHY tidak bisa mendongkrak, apalagi AHY disebut hanya Mayor dan politisi karbitan, atau bahkan ada yang bilang anak ingusan.
Baca Juga: Hasil BRI Liga 1, Dihadapan Pendukungnya Barito Putera Raih Tiga Angka atas Persis Solo
Penilaian itu bisa terjadi karena memang selama ini AHY yang diangkat jadi ketua umum Demokrat tidak bisa memberikan sebuah keputusan, namun sebelum mengambil keputusan maka harus di-backup oleh Peponya dulu. Artinya, semua tergantung pada Pepo-nya. Jadi seolah-olah fungsi sebagai ketua umum cuma pajangan saja.
Dan begitu Cak Imin masuk menjadi cawapres Anies, Demokrat merasa dikhianati dan yang memberikan keterangan adalah SBY alias Pepo AHY. Padahal sebagai ketua umum partai Demokrat, seharusnya AHY yang memberikan keterangan atau jumpa pers. Mungkin AHY masih malu ya? Hahaha.
Jadi masih terlihat bahwa AHY masih anak manja yang harus selalu dijaga baik-baik dan diarahkan ke mana harus melangkah oleh Peponya.
Sampai kapan AHY bisa mandiri, jika sang Pepo masih terus membayanginya? Ataukah memang itulah yang disukai AHY? Tapi bagaimana kalau misalnya SBY sudah tidak ada lagi?
Bagaimana kelanjutan partai Demokrat? Apakah AHY mampu mempertahankannya? Atau jangan-jangan partai Demokrat akan diambil alih lagi oleh Moeldoko? Hahaha...
Namun karakter politik SBY sudah sangat jelas sekali bisa ditebak. Setelah AHY tidak terpilih, SBY tampil memberikan keterangan. Sebelum SBY berbicara, para pengamat sepertinya sudah tahu apa yang akan diucapkan SBY.
Dan ternyata benar, isi dari keterangan SBY itu bukan saja menyebut kata "Musang berbulu domba", tetapi juga permainan playing victim itu pun diarahkan ke Istana.
Bahkan menyebut kata "Pak Lurah" yang tentu saja ini mengarah ke Pak Jokowi. Dan Pak Jokowi sudah menegaskan bahwa ternyata selama ini yang dibilang pak lurah adalah dirinya, tetapi "Saya tekankan bahwa saya bukan pak Lurah. Saya adalah Presiden Republik Indonesia." Begitu kata Jokowi dengan sangat jelas terang benderang.
Baca Juga: HUMOR: Gegara Jalan Pagi, Ngopi 2 Cangkir Tiap Hari dan Main Golf, Tidak Butuh Dokter
Sebutan pak lurah ini muncul kalau tidak salah yang mengeluarkan itu adalah Mbah Sengkuni Amien Rais.
Kata pak lurah ini dikeluarkan si Sengkuni itu, karena si Amien Rais sakit hati dalam pergumulan politik di negeri ini akibat kalah taktik atau kalah strategi, dan akhirnya Amien Rais pun menjadi gelandangan politik.
Nah, SBY yang memberikan keterangan lalu mengatakan bahwa ada master mind dari peristiwa tidak terpilihnya AHY menjadi wakil Anies, sebenarnya mirip-mirip dengan gaya politik Sengkuni Amien Rais.
Karena kalah dalam perpolitikan ini lalu mencoba membalasnya dengan melemparkan tuduhan yang dia juga sepertinya tidak bisa membuktikannya.
Kalau pun ada mastermind, yah namanya politik itu seperti catur, ada yang menggerakkan semua pion-pion, kuda, benteng dan bahkan raja ataupun perdana menteri. Kalau tidak ada yang menggerakkan, tidak bakalan main catur, cuma pajangan doang. Iya kan?
Cara SBY memberikan keterangan tidak jauh-jauh dari masa sebelumnya, yaitu merasa terzolimi. Padahal kalau mau buka-bukaan berbagai kasus-kasus besar di masanya, bisa jadi akan menemukan banyak korban akibat sebuah kelicikan yang begitu cerdik.
Coba cek kasus Antasari Azhar, Anas Ubaningrum, Bank Century, Kasus Hambalang, dan yang lainnya.
Jadi SBY mungkin memang sudah senja sehingga ketajaman berpolitiknya sudah menurun. Sementara anak-anaknya mungkin belum juga lihai dalam berpolitik, karena selama ini selalu dalam posisi nyaman, yang efeknya akan sulit memunculkan ide-ide kreatif.
Gaya blusukan AHY saja agak kaku, dan inilah yang bisa menghambat Demokrat saat ini dekat dengan rakyat. Maka bisa jadi partai ini kalau bukan diambil oleh orang lain diluar Cikeas, maka akan tenggelam dengan sendirinya.
SBY harus jeli dan sadar bahwa nilai jual AHY yang susah laku itu adalah pemicu dilepehkan oleh Nasdem dan Anies.
Politik itu dinamis jadi harus cepat berubah dan gesit, kalau tidak bisa, yah akan tetap dalam permainan politik baper. Duh, prihatin. Tuhan tidak suka.
(Oleh: Daeng, seword.com) ***