Dari Akun Facebook Kang H Idea: Sopan Santun
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 28 Agustus 2022 10:43 WIB
ORBITINDONESIA - Ada video viral, tentang seorang perempuan bercadar yang mengajak perempuan lain untuk mencoba pakai jilbab. Perempuan ini bicara dengan sopan, mengajak baik-baik.
Ia memakai kata-kata yang tertata rapi, tanpa celaan. Ia berulang kali menekankan,"Ini kan kewajiban Kakak."
Bisa kita duga, apa yang ia pikirkan. "Saya kan ngajak orang untuk berbuat baik, dan saya bicara baik-baik. Saya melakukan kebaikan." Mungkin seperti itulah gagasannya. "Saya melakukannya dengan sopan."
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Mata Dibalas Mata, Parang Dibalas Parang
Seperti pernah saya tulis, banyak orang yang menakar sopan santun terbatas pada adanya kata kasar atau tidak. Kalau tidak ada kata kasar, maka orang bisa mengklaim dia sopan.
Perempuan ini sangat kasar. Pertama, ia mengusik orang lain di ruang publik. Direkam pula.
Kedua, ia berulang kali menekankan,"Ini kewajiban kamu." Apa yang wajib? Bagi perempuan itu memakai jilbab adalah kewajiban dia. Tapi dia memaksakan nilai itu kepada orang lain.
Tapi kan memang benar, pakai jilbab itu wajib? Anggapan itu beranjak dari asumsi bahwa kalau seseorang beragama tertentu maka ia serta merta dikenai kewajiban untuk mengikuti sederet kewajiban, dan ada pihak lain yang merasa berhak memaksakan kewajiban itu. Padahal tidak demikian.
Baca Juga: Ciri-ciri Ilmu yang Bermanfaat dan Tidak Bermanfaat
Orang beragama tidak serta merta karena dia mengimani sesuatu, dan punya komitmen untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Banyak sekali di antara kita ini orang yang beragama karena lahir dari orang tua dengan agama tertentu. Ia sebenarnya tidak beriman.
"Kalau begitu cara dia beragama salah, dan harus dikoreksi, dong." Pertanyaannya, siapa yang memberi kamu wewenang untuk mengoreksi?
"Kan ajaran agama saya memang menyuruh begitu." Itu dia. Lagi-lagi orang bertindak atas keyakinan dia, yang dia anggap berlaku juga bagi orang lain.
Paham, tidak? Kamu yakin bahwa kamu berhak mengoreksi dia, karena ajaran agamamu mengajarkan begitu. Tapi dia tidak meyakini bahwa ajaran agama yang dia anut memberi kamu hak untuk mengoreksi dia.
Mengajak orang lain atas dasar keyakinan yang belum tentu dia anut, itu kurang ajar. ***