DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Syaefudin Simon: Menulis di Kota Suci

image
Syaefudin Simon tentang menulis di Tanah Suci.

ORBITINDONESIA.COM - Selama di kota suci, aku tak banyak ibadah, yang konon, pahalanya ribuan kali dari ibadah di Bekasi. Aneh. Aku kok inginnya menuliskan renungan-reungan di kota suci.

Kalau sudah pegang hape dan menulis, rasanya semua lelah hilang. Ada kesenangan yang muncul dari dalam. Bahkan makan pun kadang lupa.

Teman sekamar suka mengingatkan: Mas Simon, ayo makan. Jangan mantengin hape terus. Dikira temanku, aku sedang nonton serial drakor!

Baca Juga: Contoh Gampang Materi Amanat Pembina Upacara Bendera Hari Senin untuk SD, SMP, SMA tentang Kebersihan

Di Madinah menurutku lebih banyak kisah-kisah yang inspiratif. Aku sudah menuliskan beberapa. Masih banyak hal yang belum aku tulis karena ketiadaan waktu. Nanti aku lanjutkan di Bekasi. Kumpulan tulisan di tanah suci itu akan aku bukukan.

Di Mekah kondisinya lain. Melihat posisi Kabah yang "tergilas" gedung-gedung tinggi di sekitarnya, hati ini langsung "nggrundel".

Gila kapitalisme dan pengusaha properti, batinku. Bangunan suci Kabah pun dikerdilkan. Hanya demi uang, kebesaran Rumah Allah dibonzai. Akibatnya aku pun kurang gairah menulis tentang Mekah -- tidak seperti Madinah.

Kota Madinah bagiku sangat luar biasa. Indah dan inspiratif. Di sekeliling Madinah pun banyak situs-situs sejarah penting, seperti Masjid Quba, masjid pertama yg dibangun Rasul, Bukit Uhud, makam pahlawan perang Uhud, kebun kurma Rasul, makam Rasul dan lain-lain. Kesanku Madinah lebih spiritual ketimbang Mekah.

Baca Juga: Erik Ten Hag Yakin Man United Masih Miliki Harapan untuk Finish di Empat Besar Liga Inggris

Padahal seharusnya Mekah lebih spiritual dari Madinah. Jika salat di Masjid Nabawi Madinah sebagai contoh, pahalanya 1.000 kali dari salat di masjid Bekasi.

Pahala salat di Masjidil Haram Mekah, pahalanya 100.000 kali dari salat di masjid Bekasi. Artinya secara pahala, salat di masjidil Haram lebih tinggi dari salat di masjid Nabawi.

Apalagi di Masjidil haram ada ritual spesial, ihram. Yaitu mengelilingi Kabah (thowaf) dan sya'i (jalan kaki cepat napak tilas bukit Safa dan Marwah. sepanjang 350-an meter bolak balik). Masing-masing 7 kali.

Pas saat sya'i aku lelah. Telapak kaki terasa ngilu. Untungnya aku lihat ada orang sya'i yg pakai sandal. Aku pun segera pakai sandal putih yang saya beli di masjid Aqabah yang selama thowaf aku ikat di tali tas pinggang. Eh ternyata nyaman. Kaki tak ngilu lagi. Rasa capek pun hilang.

Baca Juga: Singkat dan Bermakna Teks Amanat Pembina Upacara Bendera Hari Senin Tentang Tingkatkan Semangat Nasionalisme

Ada teman yg berbisik, Simon tak boleh pakai sandal. Aku jawab, lihat tuh banyak yg pakai sandal. Teman itu pun diam. Secara hukum formal, aku sah memakai sandal. Karena ada jurisprudensinya.

Begitulah. Usai sya'i yang cukup menguras tenaga itu, ritual diakhiri dengan motong rambut. Yang motong rambut Mas Rosi dengan gunting kecil.

Aku minta Mas Rosi motong rambutku jangan banyak-banyak. Rambutku sudah botak dan baru disemir hitam saat mau umroh. Kalau dipotong banyak, rambutku bisa habis. Hilang gantengnya gaes.

Mas Rosi ini menarik . Pria muda pembimbing umroh asal Madura lulusan sastra Inggris Universitas Brawijaya Malang ini, mengaku lebih suka dipanggil "mas" ketimbang ustad. Lo kenapa?

Baca Juga: Arsenal Sukses Bawa Pulang 3 Poin Dari Kandang Newcastle United, Perebutan Posisi 4 Besar Kian Menarik

Karena nama Rosi, ujarnya, lebih mengingatkan orang pada Valentino Rosi, raja MotoGP dunia -- ketimbang ustad. Weleh.

Mas Rosi, memang ada orang memanggil Valentino Rosi dengan Mas? Paling tukang jamu gendong dari Solo yang memanggil Valentino Rosi dengan sebutan Mas. Itupun dengan panggilan Mas Valen. Jadinya seperti suami Via Valen, penyanyi lagu Sayang yang populer itu. Ono Ono wae!

BTW Mas Rosi ini pinter dan suaranya bagus. Jika dia bercerita dan berdoa semua jamaah terkesima. Suaranya lebih merdu dan sahdu dari ceramah dan doa Aa Gym.

Aku bisikin, Mas Rosi jika ceramah di Jakarta pasti banyak penggemarnya. Mas Rosi akan populer seperti almarhum Uje. Mas Rosi hanya tersenyum.

Baca Juga: Presiden Jokowi Sudah Selesai Dengan Dirinya Sendiri

Kembali ke laptop! Yang disebut bukit Safa dan Marwa sekarang ini, kondisinya, tidak bernuansa spiritual lagi.

Situs sejarah sangat penting tersebut hanya berupa lorong sempit seperti lahan parkir di gedung bertingkat yang memanjang -- nyaris tanpa nuansa relijius saat Siti Hajar berlari-lari ke sana kemari mencari sumber air untuk putranya Ismail (putra Ibrahim dari Siti Hajar) -- nenek moyang Nabi Muhammad, yang saat itu kehausan.

Dalam kondisi rempong seperti itulah, Allah memberi Siti Hajar sumber air minum Zamzam. Selamatlah Ismail dari kehausan.

Sumber air Zamzam tak pernah kering hingga kini meski diambil untuk minum jamaah haji dan umrah dari zaman Nabi sampai sekarang.

Baca Juga: SATIRE KHAS JOKOWI: Karena Jalan Mulus, Jadi Mulas dan Malas Berkomentar

Begitulah besarnya cinta Allah pada Siti Hajar dan Ismail, dua manusia kinasih yang disayang Allah.

Di Mekah sebetulnya banyak situs sejarah penting seperti rumah Siti Khadijah, rumah Abu Tholib dan Abdul Mutholib, tempat lahir Nabi, dll.

Sayang semua situs itu telah diratakan tanah oleh rejim Wahabi. Konon, takut situs itu jadi wahana kemusyrikan. Bayangkan saja, rumah Khadijah yang punya nilai historis saja, kini cuma jadi tempat pipis.***

Berita Terkait