Lamek Dowansiba: Pendidikan di Papua Bukan Cuma Tanggung Jawab Pemerintah, tetapi Juga Kita Bersama
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 02 September 2022 08:46 WIB
ORBITINDONESIA - Bicara soal pendidikan di Papua, itu bukan cuma tanggung jawab Pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan, tetapi juga menjadi tanggung jawab kita bersama. Hal itu ditegaskan Lamek Dowansiba, aktivis literasi di Papua Barat.
Lamek Dowansiba, yang juga pendiri Komunitas Suka Membaca, menyatakan hal itu dalam Webinar di Jakarta, Kamis malam, 1 September 2022. Webinar itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA.
Diskusi yang menghadirkan Lamek Dowansiba sebagai narasumber itu membahas tentang kiprah orang muda dalam memperkuat literasi dasar di Papua Barat. Pemandu diskusi adalah Teti Sanda dan Anick HT.
Baca Juga: Musra Relawan Jokowi: Aneh, kok Sandiaga Uno Bisa Menyodok di Posisi 2, Kalahkan Ganjar dan Prabowo
Lamek menuturkan tentang kondisi pendidikan yang sangat memprihatinkan di Papua. Buku-buku sulit didapat, tenaga pengajar langka. Terutama yang dialaminya sendiri pada 1997-1998 sampai tahun 2000-an.
Tergugah oleh situasi itu, Lamek merintis gerakan literasi dengan membentuk sampai 35 Rumah Baca dengan lebih dari 1.000 siswa yang belajar di sana.
Menurut catatan OrbitIndonesia, Lamek memulai gerakan literasi sejak dia sendiri masih usia SMP.
“Banyak adik-adik saya belum bisa baca, belum bisa menulis. Pulang sekolah, saya kumpulin mereka, lalu saya mengajari adik-adik saya,” jelas Lamek, yang menolak jadi PNS demi membangun gerakan literasi.
Baca Juga: MotoGP San Marino, Menanti Sihir Fabio Quartararo
Lamek juga mengaku terinspirasi dari para misi zending. Mereka mendirikan sekolah-sekolah dan melibatkan tokoh-tokoh agama, untuk mengajar pada warga yang tidak mendapat pendidikan formal. Bagi Lamek, itu luar biasa dan memberikan dampak yang cukup signifikan.
“Salah satunya, saya punya mama. Mama tidak pernah sekolah, tetapi bisa membaca. Jadi itu yang mendorong saya mendirikan Rumah Baca di setiap wilayah yang ada di papua Barat,” lanjutnya.
“Komunitas Rumah Baca yang kami bentuk ini hadir untuk mengisi kekosongan pendidikan formal.”
Dalam webinar itu, Anick HT menanyakan fenomena yang tidak dia pahami di Papua. Yakni, mengapa ada anak-anak yang sudah usia SMP dan SMA di Papua, tetapi ternyata belum lancar membaca, menulis, atau lemah literasinya
Baca Juga: Jelang Laga, Pemain Bali United Irfan Jaya Puji Para Punggawa Persebaya Surabaya
Teti Sanda membenarkan bahwa fenomena yang disebut Anick itu memang ada. “Bahkan pernah saya temui, ada mahasiswa yang kemampuan baca-tulisnya sangat memprihatinkan. Hal ini terjadi karena di beberapa wilayah, si guru takut untuk tidak meluluskan siswa,” ujar Teti.
Pasalnya, jika siswa itu tidak naik kelas, si guru akan ramai-ramai diprotes oleh orang tua. Walau si anak sendiri memang belum lancar baca-tulis atau daya literasinya masih rendah.
Lamek menjelaskan, selain faktor yang disebut Teti itu, memang ada kendala aturan jika si guru mau menerapkan cara-cara keras dalam mengajar siswa. “Tetapi yang paling penting adalah adanya kesadaran dari orang tua,” ujarnya.
Tentang gerakan literasi minat baca yang dirintisnya, Lamek mengaku, akses bukunya ia dapatkan dari teman-teman dari luar Papua, dari Surabaya, Jakarta.
Baca Juga: Chef Juna Kolaborasi dengan Renatta Bikin Kanal Ekslusif Kuliner Kisarasa
Berkat kedekatan dengan beberapa seniornya, Lamek dapat bantuan fasilitas untuk mendukung gerakan literasi rumah bacanya.
Sebelumnya Lamek juga sudah membeli sejumlah komputer sendiri untuk program literasi ini. “Fenomena di Papua sekarang ini, mereka yang sekolah di SD itu belum menyentuh komputer dan sebagainya,” ujar Lamek. ***