DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Optimalisasi Pajak Masih Tujuan Utama Kebijakan Fiskal

image
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal dalam Konvensi Nasional HPN 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (07/02/2022).

ORBITINDONESIA - Pemerintah melakukan berbagai langkah reformasi di bidang perpajakan demi meningkatkan penerimaan negara dari pajak, akibat pandemi Covid-19 yang berkelanjutan. Langkah ini juga dipandang sebagai upaya mengatasi pembiayaan pembangunan yang masih banyak di masa mendatang.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal menyampaikan, secara umum tren tax ratio Indonesia mengalami penurunan yang cukup besar sejak tahun 2011.

"Secara umum, tax rasio kita memang mengalami tekanan yang cukup besar sejak tahun 2011," katanya ahli pajak ini. Yon bicara dalam diskusi daring "Pemulihan Ekonomi di Tengah Ketidakpastian Global," yang digelar Forum Merdeka Barat 9, Senin, 25 Juli 2022.

 Baca Juga: Bagaimana Langkah Mengurus Bayar Pajak Sepeda Motor di Samsat? Simak Caranya di Sini

Selama beberapa tahun terakhir, Yon menjelaskan, tax ratio yang didefinisikan sebagai rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) masih belum optimal.

Namun, dinilai masih cukup dinamis bila memperhitungkan penerimaan PNBP sumber daya alam yang sangat sensitif terhadap perubahaan harga komoditas. Oleh karena itu, tambahnya, optimalisasi pajak masih menjadi tujuan utama kebijakan fiskal.

Maka dari itu, perbaikan pajak yang dilakukan pemerintah ke depannya, menurut Yon, meliputi sisi kebijakan (policy) dan administrasi.

"Jadi dari dua sisi ini, kita melihat bahwa tax ratio kita masih cukup challenging. Kemudian di satu sisi kita tentu melihat ada pilihan kebijakan yang kita ambil dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

 Baca Juga: Perang yang Tak Berujung, Aksi Militer AS di Dunia

Sejak 1983, Yon menuturkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait reformasi perpajakan. Bahkan hingga saat ini, jumlah wajib pajak meningkat menjadi 42,51 juta dari 163 ribu pada 1983.

"Kalau kita lihat sejak pertama kali dilakukan reformasi perpajakan, jumlah wajib pajak kita pada 1983 masih sekitar 163 ribu, sementara sekarang berada di kisaran 42,51 juta," katanya.

Dalam forum yang sama, Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Wira Kusuma mengatakan, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50% dan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75% serta suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

"Ini merupakan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi inti, yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri," ujar Wira.***

 

Berita Terkait