Shamsi Ali: Urgensi Menjaga Identitas
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 30 Januari 2023 12:30 WIB
Hilangnya idenitas kemanusiaan menjadikan banyak orang yang tanpa disadari mengalami “identity degradation” (degradasi identitas) yang cenderung melihat identitas orang lain sebagai kebanggaan.
Seolah identitasnya sendiri tidak punya nilai dan makna. Akibatnya cenderung lebih memuliakan dan meninggikan identitas orang lain.
Contoh terkecil yang sering terjadi ketika saya diminta oleh seseorang (termasuk dari Indonesia) untuk mencari calon pasangan (suami atau isteri). Biasanya tanpa disadari meninggikan identitas orang lain dengan kriteria calon yang diinginkan.
Misalnya, “ustadz carikan saya calon pendamping yang baik ya. Tapi kalau boleh yang bule ya Ustadz…”.
Baca Juga: Melalui International Minangkabau Literacy Festival 2023, Minangkabau Mencoba Mendunia
Dalam hati saya sebenarnya ingin menjawab: “really?”. Apa alasannya sehingga harus secara khusus “bule” disebutkan?
Dari pengamatan singkat saya dapatkan karena memang sedang terjadi “krisis identitas” yang menjadikan sebagian orang mengalami “degradasi idenitas”. Seolah bule itu lebih baik, lebih pintar, lebih maju, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dan itu karena bulenya.
Di sinilah Islam mendobrak cara pandang yang salah itu. Islam pertama kali melakukan kritikan kepada “pikiran” (mindset) manusia dengan perintah “Iqra”.
Bahwa manusia harus membuka wawasan dan pikiran sehingga tidak terpenjara oleh cara pandang yang dipaksakan oleh orang lain, termasuk lingkungan dominan yang kuat.
Baca Juga: Dijamin Berwibawa, Contoh Amanat Pembina Upacara Singkat Agar Siswa Semangat Belajar Meraih Impian