Satrio Arismunandar: Pemanfaatan Rumah Ibadah untuk Politik Praktis Masih Berpotensi Masalah di Pemilu 2024
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 12 Januari 2023 21:15 WIB
ORBITINDONESIA - Pemanfaatan rumah ibadah untuk tujuan dan kepentingan politik praktis masih berpotensi menjadi masalah dalam Pemilu 2024. Hal itu dikatakan Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar, doktor filsafat dari Universitas Indonesia ini mengomentari tema webinar tentang Utak Atik Pemilu 2024, yang diadakan Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA.
Di webinar yang berlangsung di Jakarta, Kamis malam, 12 Januari 2023 itu, Satrio Arismunandar menyatakan, jangan sampai Pemilu 2024 mengulang atau meniru praktik-praktik politik negatif yang diterapkan di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Baca Juga: Ternyata Ini Penyebab Ronal Surapradja Bercerai dengan Sruni Purnamasari
Satrio mengingatkan kasus di Pilkada DKI pada 14 April 2017. Waktu itu Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat diusir dari Masjid Al-Atiq, Kelurahan Kebon Baru, Tebet, Jakarta Selatan, seusai salat Jumat.
“Masjid itu kan Rumah Allah, tempat semua orang Islam –tanpa memandang afiliasi politik dan kepartaian—seharusnya bisa beribadah dengan bebas, aman dan damai. Kok bisa ada perilaku mengusir sesama jamaah Muslim,” ujar Satrio.
Hal itu mengindikasikan masjid sebagai sarana ibadah telah digunakan oleh orang-orang tertentu untuk tujuan politik. “Itu bentuk politisasi masjid, pemanfaatan masjid untuk kepentingan-kepentingan politik praktis,” jelas Satrio.
Menurut Satrio, rumah ibadah seperti masjid, gereja, kelenteng dan sebagainya harus steril dari praktik dukung-mendukung partai atau kandidat, karena berpotensi memecah belah masyarakat.
Baca Juga: Intip Trailer Terbaru, Poster, Sinopsis, dan Jadwal Tayang Ant Man and The Wasp Quantumania
“Dampaknya sangat merusak. Apalagi jika secara simplistis digambarkan, seolah-olah dengan mendukung kandidat tertentu lebih dekat ke surga. Sedangkan pendukung kandidat lain dituding lebih dekat ke neraka. Ini contoh ekstrem,” tutur Satrio.
Mengutip Presiden Joko Widodo di seminar Lemhannas, Agustus tahun lalu, Satrio mengatakan, momen 2024 dan 2029 akan menjadi tahapan konsolidasi yang penting untuk mencapai kematangan demokrasi di Indonesia.
Jokowi waktu itu mengatakan, dua pemilu ke depan harus dapat menjadi tahapan konsolidasi demokrasi. Dimana kelembagaan Pemilu sudah semakin kuat, sehingga proses penyelenggaraan pemilu juga turut disederhanakan.
Baca Juga: Buku Karya Penulis Satupena tentang Tragedi Sepak Bola di Kanjuruhan Dibajak
Terutama dengan melakukan adopsi teknologi digital, dan semakin terbukanya peluang partisipasi elektoral untuk aktif berdialog terkait isu-isu strategis.
Indonesia telah melakukan lima kali pemilu langsung secara berturut-turut di tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019, dan bisa melaksanakannya dengan aman, tenang dan damai. ***