Goyahnya Industri Buku dan Penerbitan India
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 27 Juli 2022 04:32 WIB
Ia mengkritik tajam Hi-Fi. Sharma menilai Bollywood selalu menemukan cara untuk memeras bisnis yang sedang sekarat.
Di film, penulis selalu mendapatkan peran penting. Tetapi pada kenyataannya, sebagian besar malah tidak diakui.
Penulis India lainnya, Javed Akhtar menambahkan, “Hi-Fi memang merefleksikan apa yang terjadi dalam masyarakat. Tapi itu hanya refleksi keinginan, harapan, nilai, dan tradisi. Hi-Fi bukan refleksi realita, melainkan merefleksikan impian masyarakat.”
Baca Juga: Baim Wong Banjir Hujatan Soal Citayam Fashion Week: Demi Allah Saya Tidak Dendam
Pernyataan tersebut seakan ditegaskan oleh Ranjini Majumdar, Profesor Studi Film dari Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi.
“Sinema hanya memiliki satu arti, yakni hiburan. Kita tidak bisa menunjukkan realitas keras sehari-hari. Ini bukan tugas film-film komersial,” ujarnya.
Penulis dengan hasrat eksistensialismenya bisa saja memiliki ego besar yang tidak dapat dijangkau oleh editor, pembaca, atau pembeli. Tetapi apakah kemudian akan lebih baik, jika berharap pada industri film?
Mungkin saja seseorang mendapatkan penghargaan sastra bergengsi. Namun siapa sangka penjualan bukunya bahkan belum mencapai 100 eksemplar. Atau penulis yang memang dianugerahi bakat, namun tidak memiliki media dan pasar.
Baca Juga: Kendaraan Bermotor yang Pajaknya Mati Dua Tahun akan Dihapus dari Data
Karenanya, Sharma menilai bahwa penipuan dalam sinema bisa saja dikemas dengan sangat baik dalam sebuah film, dan menjadi penulis di India bukanlah pilihan utama untuk bertahan hidup secara ideal. ***