Mengukur Kebijakan Spekulatif BI Pertahankan Suku Bunga
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 22 Juli 2022 17:15 WIB
BI sangat paham dampak dan konsekuensi dari bauran kebijakannya ini. BI berpendapat ekonomi Indonesia mampu menghadapi konsekuensi tersebut.
Pertama, kurs rupiah akan menghadapi tekanan cukup serius. Karena perbedaan suku bunga di AS dan Indonesia menjadi sangat kecil, sehingga dapat memicu arus dolar keluar dari Indonesia.
Apalagi kalau suku bunga the FED naik lagi pada awal minggu depan, maka arus dolar bisa lebih deras lagi mengalir ke luar negeri. Rapat dewan gubernur the FED akan diselenggarakan pada 26-27 Juli mendatang.
Kedua, penjualan SBN sebesar Rp293 miliar sepertinya hanya kebijakan basa-basi saja. Jumlah ini sangat tidak signifikan. Hanya untuk pengaruhi faktor psikologis pasar saja.
Baca Juga: Kemenag Laporkan 67 Jemaah Haji Indonesia Wafat dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Hari ke 49
Kecuali kalau kebijakan ini akan berlanjut terus, dan menjadi signifikan. Maka, dampaknya, pertumbuhan ekonomi akan tertekan.
Kebijakan penjualan SBN ini terlihat tidak konsisten. Kalau BI menganggap inflasi INTI masih rendah, seharusnya BI tidak perlu memperketat uang beredar, yang akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat.
Kalau kebijakan ini hanya untuk pengaruhi faktor psikologis pasar saja, maka kebijakan ini tidak berarti sama sekali dalam melawan inflasi (INTI).
Kebijakan moneter BI seperti digambarkan di atas mengandung risiko cukup besar, sulit terukur, dan bisa dikatakan mengandung unsur “spekulatif”?
Baca Juga: Pengacara Nikita Mirzani Curiga Ada Sesuatu di Balik Kasus yang Jerat Kliennya