Didin S Damanhuri: Negara yang Efektif Tangani Pandemi, Biasanya Resesi Ekonominya Tidak Lama dan Dalam
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 27 Oktober 2022 21:30 WIB
ORBITINDONESIA - Tidak ada faktor seragam yang dapat menjelaskan terjadinya resesi global maupun Asia. Tapi beberapa faktor yang dapat menjelaskannya, antara lain: negara yang aktif dan efektif dalam menangani pandemi Covid –secara kesehatan dan sosial-- biasanya tingkat resesinya tidak terlalu lama dan dalam.
Hal itu diungkapkan Prof. Didin S. Damanhuri, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Politik Institut Pertanian Bogor, dalam Webinar bertema Resesi dan Ketahanan Ekonomi Indonesia di Jakarta, Kamis malam, 27 Oktober 2022.
Webinar bertema resesi ekonomi itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai Denny JA. Pemandu diskusi adalah Swary Utami Dewi dan Anick HT.
Baca Juga: VIRAL! Atta Halilintar Dilaporkan ke Polisi Atas Keterlibatan Robot Trading
Didin memberi contoh, negara-negara yang aktif dan efektif itu di antaranya: China, Vietnam, Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara Skandinavia.
Menurut Didin, sebaliknya kalau peran negara kurang efektif, maka kasus Corona dan tingkat kematian makin tinggi, dan hal ini berdampak kepada resesi yang lebih dalam dan lama.
Didin menjelaskan, peran negara yang tidak efektif, bisa karena pendekatan yang tidak ilmiah dalam penanganan Corona.
“Misalnya, kasus Presiden Donald Trump di AS, Presiden Jair Bolsonaro di Brasil, atau komunitas agama dan masyarakat yang tak percaya Corona, serta tidak disiplin,” ujarnya.
Baca Juga: Kronologi Pesawat Lion Air Putar Balik Setelah 30 Menit Lepas Landas Rute Jakarta Palembang
Plus, pemerintah tidak disiplin fiskal dan tidak prudent dalam kebijakan moneternya, serta kurang serius menghadapi pandemi dengan 3T (testing, tracing, treatment) dan vaksinasi.
“Apalagi kalau negara tidak mandiri dalam pangan dan industri kesehatannya,” lanjut Didin.
Tentang kondisi ekonomi Indonesia, Didin memaparkan, di sisi domestik, inflasi yang relatif tinggi sebesar 5,95%, dan respon kenaikan suku bunga menjadi 4,75% --yang akan terus menyesuaikan dengan suku bunga the FED-- menjadi tantangan besar untuk melanjutkan agenda pembangunan dan transformasi ekonomi.
Indonesia juga akan menghadapi tahun politik pada 2023, di mana kegiatan awal persiapan pesta demokrasi serentak mulai berlangsung sepanjang tahun depan. “Hal ini diprediksi akan membawa pengaruh terhadap kinerja ekonomi domestik,” tutur Didin.***