DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Erizeli Jely Bandaro: Prestasi Jokowi Biasa Saja, Memantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia

image
Jokowi dan infrastruktur

Dikutip dari laman APBN KiTa Kementerian Keuangan terbaru atau per 28 Februari 2022, utang pemerintah sudah menembus Rp 7.014,58 triliun atau meningkat Rp. 4.433 triliun dibandingkan tahun 2014, dengan rasio utang terhadap PDB 39,63% (Januari 2022).

Mari perhatikan peningkatan PDB. PDB Indonesia tahun 2014, USD 891 miliar. Tahun 2021, USD 1,2 triliun atau naik usd 300 miliar atau 33% dari tahun 2014. Artinya peningkatan PDB USD 300 miliar, itu hampir sama dengan jumlah peningkatan utang.

Secara tidak langsung, utang itu tidak menciptakan leverage value. Mengapa? karena penambahan utang kita sebagian besar untuk bayar utang. Bukan untuk produksi.

Baca Juga: Amir Uskara: Indonesia di Mata IMF

Hanya sebagian kecil saja untuk produksi. Itu ditandai dengan angka defisit APBN terus melebar. Tahun 2014 defisit APBN sebesar Rp. 226 triliun, tapi tahun 2022 sebesar Rp 732,2 triliun.

Sikap disiplin Indonesia yang memprioritaskan bayar utang itu mendapatkan apresiasi dari lembaga rating.

Moody's kembali mempertahankan peringkat utang atau sovereign credit rating Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade dengan outlook stabil tahun 2022. Wajar.

Pemerintah siap korbankan ekspansi sosial demi bayar utang. Dan kalau APBN defisit karena itu, ya utang lagi. Tentu utang yang harus berdampak kepada kemampuan bayar utang. Kalau enggak ya rating jeblok. Kita patuh jaga rating.

Baca Juga: Dewan Adat Ajak Masyarakat Jaga Papua Menjelang Kongres Masyarakat Adat Nusantara

Nah karena efisiensi pemerintah drop maka efisiensi bisnis juga otomatis drop. Enggak usah kaget bila Investor asing terlibat pada proyek high value sedikit sekali. Kecuali investor rente yang mengolah SDA.

Halaman:
1
2
3

Berita Terkait