Myanmar Mengampuni Lebih dari 3.000 Tahanan Menjelang Pemilu Desember
ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah militer Myanmar telah memberikan pembebasan massal kepada lebih dari 3.000 tahanan. Para pejabat menyatakan langkah ini bertujuan untuk memastikan partisipasi pemilih yang adil dalam pemilu Desember mendatang.
Mereka yang dibebaskan telah dihukum atas tuduhan terkait hasutan terhadap militer. Pengampunan ini datang di saat negara yang dipimpin junta militer tersebut bersiap untuk pemilihan umum pertamanya sejak kudeta 2021 yang menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi.
Junta militer Myanmar telah membebaskan 3.085 tahanan dalam amnesti yang signifikan menjelang pemilihan umum yang dijadwalkan pada bulan Desember. Pembebasan ini, yang diumumkan pada hari Rabu, 26 November 2025 oleh Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, secara resmi dimaksudkan untuk melindungi hak pilih dan mendukung transisi menuju demokrasi multi-partai.
Dakwaan dan Syarat-syarat
Menurut TV Internasional Myanmar yang dikelola pemerintah, para tahanan yang dibebaskan telah dihukum berdasarkan Pasal 505(a) KUHP. Undang-undang ini mengkriminalisasi "pembuatan, penerbitan, atau penyebaran" materi yang dapat memicu pemberontakan anggota angkatan bersenjata.
Pengampunan diberikan dengan syarat mereka tidak melakukan pelanggaran lebih lanjut; pelanggaran baru berarti menjalani hukuman baru ditambah sisa masa hukuman sebelumnya.
Pembebasan tahanan merupakan langkah kunci yang diambil oleh dewan militer yang berkuasa dalam persiapan pemilu 28 Desember. Laporan tersebut menekankan bahwa tindakan tersebut diambil "untuk memastikan bahwa semua pemilih yang memenuhi syarat... dapat memberikan suara mereka secara bebas dan adil."
Perkembangan ini terjadi di tengah situasi darurat yang berkepanjangan di negara Asia Tenggara tersebut, yang dimulai setelah militer merebut kekuasaan pada Februari 2021.
Sejarah Demokrasi yang Bermasalah
Pemilu terakhir di Myanmar diadakan pada November 2020 dan dimenangkan secara telak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai yang dipimpin oleh peraih Nobel yang kini dipenjara, Aung San Suu Kyi.
Kudeta militer berikutnya pada awal tahun 2021 menggulingkan pemerintahan sipil terpilih, menjerumuskan negara itu ke dalam krisis politik yang telah berlangsung selama lebih dari empat tahun.***