Kekhawatiran Terjadi Pertumpahan Darah, Saat Pemberontak RSF Merebut Kota Penting Sudan, El Fasher

ORBITINDONESIA.COM - Pemberontak Sudan telah mengusir pasukan pemerintah dari El Fasher, benteng terakhir rezim negara itu di wilayah Darfur barat, di tengah perebutan wilayah yang brutal yang telah menyebabkan dugaan genosida dan berkontribusi pada salah satu krisis kemanusiaan paling parah di dunia.

Selama lebih dari setahun, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter telah mengepung El Fasher, penghalang utama terakhirnya untuk menguasai Darfur. RSF bertujuan untuk membentuk pemerintahan paralel di wilayah tersebut. RSF telah bertempur melawan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) untuk memperebutkan kekuasaan sejak April 2023.

Perkiraan menunjukkan, lebih dari 150.000 orang telah tewas akibat konflik tersebut, sementara 14 juta orang lainnya telah mengungsi dari rumah mereka.

Panglima Angkatan Darat Sudan, Abdel Fattah al-Burhan, yang juga merupakan kepala negara de facto, mengakui keberhasilan pemberontak merebut El Fasher. Dalam siaran pers pada hari Senin, 28 Oktober 2025, ia menyatakan bahwa pasukannya mundur dari kota tersebut karena kerusakan dan pembunuhan sistematis warga sipil.

Justin Lynch, seorang peneliti Sudan dan direktur pelaksana Conflict Insights Group, sebuah organisasi analisis data dan pemantauan konflik, mengatakan kepada CNN bahwa keberhasilan RSF merebut El Fasher menandai "awal dari apa yang kami khawatirkan sebagai pembantaian warga sipil."

Menurut Tom Fletcher, kepala kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, ratusan ribu warga sipil masih terjebak di El Fasher, kekurangan makanan dan layanan kesehatan. Ia melaporkan bahwa rute pelarian telah diblokir di tengah "penembakan hebat dan serangan darat" yang "telah melanda kota tersebut."

RSF telah menyatakan komitmennya untuk melindungi warga sipil di El Fasher dan menyediakan koridor aman bagi mereka yang ingin melarikan diri.

Namun, Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyatakan telah menerima "banyak laporan yang mengkhawatirkan" tentang kekejaman yang dilakukan RSF, termasuk eksekusi singkat warga sipil, dan video yang menunjukkan puluhan pria tak bersenjata ditembak atau terbaring mati dikelilingi oleh para pejuang RSF.

Kantor tersebut juga mengutip "indikasi motif etnis di balik pembunuhan tersebut." ***