Mystical Anarchism: Tinggalkan Negara. Tinggalkan Ego. Temukan Dirimu
ORBITINDONESIA.COM - Ada masa ketika orang percaya bahwa pembebasan datang dari revolusi. Bahwa jika kita meruntuhkan negara, mengganti penguasa, atau menulis ulang undang-undang, dunia akan menjadi lebih adil.
Tapi di balik setiap rezim baru, lahir kekuasaan baru—lebih halus, lebih pandai mengatur nurani. Di situlah “mystical anarchism” memutar arah pandang: mungkin yang harus ditumbangkan bukan cuma negara di luar, tapi negara di dalam diri.
Anarkisme, dalam pengertian terdalamnya, bukan soal kekacauan. Ia tentang menolak segala bentuk dominasi yang meniadakan kebebasan manusia. Negara hanyalah wujud paling kasat mata dari itu: sistem yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh kita pikirkan, rasakan, atau miliki.
Tapi mistisisme menambahkan satu lapisan lagi—bahwa penjajahan paling halus justru bukan datang dari kekuasaan eksternal, melainkan dari ego yang ingin menguasai.
Ego adalah birokrat batin. Ia membangun hukum, hierarki, dan perbatasan di dalam kepala kita. Ia menulis peraturan tentang siapa kita, apa yang pantas dicintai, dan bagaimana kita harus dilihat. Ia membungkus diri dalam nama “aku”, lalu menuntut seluruh kehidupan berpusat padanya. Karena itu, mistik dan anarkis sama-sama punya musuh tunggal: ilusi kontrol.
Ketika “tinggalkan negara” bertemu dengan “tinggalkan ego”, lahirlah bentuk pembebasan yang lebih dalam. Bukan revolusi di jalanan, tapi revolusi di kesadaran. Orang mistik tak ingin menghancurkan negara hanya untuk membangun yang baru; ia ingin membebaskan diri dari kebutuhan akan negara—dari segala bentuk penopang eksternal yang membuat kita lupa pada kedaulatan batin.
Di titik ini, “temukan dirimu” menjadi bukan slogan motivasi, melainkan konsekuensi logis. Setelah otoritas luar ditinggalkan, dan ego dilucuti, apa yang tersisa? Sebentuk keheningan yang tidak tunduk, tidak menaklukkan. Diri sejati bukan warga negara, bukan identitas, bukan peran sosial. Ia adalah kesadaran yang tidak bisa diatur, tidak bisa dikuasai.
“Mystical anarchism” menolak politik yang berhenti di parlemen, dan menolak spiritualitas yang berhenti di altar. Ia menolak pembebasan yang tidak memerdekakan kesadaran, dan kesalehan yang tidak menyentuh kenyataan sosial. Dalam dirinya, politik dan mistik bukan dua jalan, tapi satu gerak: membebaskan manusia agar tak lagi tunduk pada kekuasaan apa pun—baik kekuasaan luar, maupun kekuasaan diri sendiri.
Dalam dunia yang semakin diatur, diukur, dan dimiliki, mungkin anarkisme mistik bukan utopia, melainkan pengingat. Bahwa kebebasan sejati bukan soal siapa yang berkuasa, tapi siapa yang berani hidup tanpa perlu menguasai.***