Kebijakan Kerja Fleksibel dan Ketimpangan Gender di Inggris

ORBITINDONESIA.COM – Meski kebijakan kerja fleksibel di Inggris bertujuan baik, hasilnya justru mempertegas ketimpangan gender.

Pada 2014, Inggris memperkenalkan kebijakan yang memberi hak kepada semua karyawan untuk meminta kerja fleksibel. Kebijakan ini didorong oleh keinginan banyak pekerja untuk menyesuaikan jam kerja dengan kebutuhan pribadi mereka.

Studi terbaru menunjukkan bahwa kebijakan ini memiliki dampak terbatas. Data dari lebih dari 15.000 karyawan menunjukkan bahwa kebijakan ini membuat lebih banyak wanita bekerja paruh waktu, sementara pola kerja pria tidak banyak berubah. Hal ini menunjukkan kebijakan tersebut tidak cukup untuk mengubah budaya kerja.

Heejung Chung dari King's Business School menyoroti bahwa tanpa perubahan budaya kerja dan peran gender, kebijakan ini justru memperkuat ketidaksetaraan. Sementara itu, Baowen Xue dari University College London mengingatkan bahwa kerja paruh waktu bisa mengurangi keamanan finansial jangka panjang wanita.

Kebijakan kerja fleksibel di Inggris menunjukkan bahwa perubahan hukum saja tidak cukup. Penting untuk juga mempertimbangkan dampak sosial dan budaya agar kebijakan dapat mencapai tujuannya. Apakah kebijakan baru di 2024 akan membawa perubahan yang lebih baik? Hanya waktu yang dapat menjawab.

(Orbit dari berbagai sumber, 22 September 2025)