Azyumardi Azra dan Perhatiannya Pada Civil Society
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 26 September 2022 18:30 WIB
ORBITINDONESIA - Wafatnya cendekiawan publik Prof Dr Azyumardi Azra, CBE di Rumah Sakit Serdang, Selangor, Malaysia, pada Minggu siang, 18 September 2022, adalah kehilangan besar bagi dunia akademis dan keilmuan Indonesia.
Sangat langka, keberadaan cendekiawan yang seperti Azyumardi Azra, yang mantan Rektor UIN Jakarta ini.
Azyumardi Azra meninggal akibat acute inferior myocardial infarction atau serangan jantung. Yakni, kondisi darurat medis saat otot jantung mulai mati karena tidak mendapatkan aliran darah yang cukup.
Baca Juga: Bakat Bukanlah Takdir Dari Lahir, Inilah Kata Psikolog Cara Untuk Memunculkan Minat Anak
Kondisi Azyumardi Azra ini biasanya disebabkan oleh penyumbatan di arteri yang memasok darah ke organ jantung. Jika aliran darah tidak segera kembali normal, serangan jantung dapat menyebabkan kerusakan jantung permanen bahkan kematian.
Pada saat mendapat serangan jantung, Azyumardi rencananya akan menyampaikan presentasi ilmiah di Konferensi Internasional Kosmopolitan Islam, yang dijadwalkan dilaksanakan di Selangor pada Sabtu, 17 September 2022. Sayangnya, niat itu tak kesampaian sampai akhir hayatnya.
Tulisan singkat ini merupakan apresiasi atas sumbangsih Azyumardi Azra yang besar bagi dunia ilmiah dan keilmuan Indonesia. Tulisan ini ingin membahas pemikiran beliau.
Namun, karena begitu luasnya cakupan pemikiran Azyumardi, maka tulisan ini ingin membahas salah satu aspek saja dari pemikirannya.
Baca Juga: Mom, Ingat Saat Anak Tidak mau Makan Bukan Susu Solusinya
Yakni, pandangan Azyumardi tentang civil society, yang merupakan salah satu unsur penting dalam negara demokrasi. Dalam tulisan-tulisannya, Azyumardi menggunakan istilah “masyarakat madani” sebagai pengganti civil society.
Ada banyak karya Azyumardi Azra yang menyinggung atau membahas serius tentang masyarakat Madani. Antara lain: 1) Menuju Masyarakat Madani: Gagasan, Fakta, dan Tantangan;
2) Reposisi hubungan Agama dan Negara: Merajut Kerukunan Antarumat; 3) Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekontruksi dan Demokratisasi; 4) Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas;
5) Transformasi Politik Islam: Radikalisme, Khilafatisme, dan Demokrasi; 6) Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam.
Baca Juga: UEFA Nations League 2022/2023: Pelatih Inggris Tak Gentar Hasil Pertemuan Akhir Melawan Italia
Masyarakat madani merupakan konsep masyarakat yang erat kaitannya dengan konsep civil society yang berkembang di Eropa.
Civil society awalnya merupakan konsep tentang masyarakat yang beradab, sebagai tahap perkembangan masyarakat dari keadaan alaminya.
Mengutip studi Rian Budiarto (2019), masyarakat yang beradab merupakan masyarakat yang taat pada aturan hukum.
Aturan ini disepakati melalui perjanjian masyarakat atau dalam istilah lain disebut kontrak sosial (social contract), yang mengatur tata kehidupan bermasyarakat.
Baca Juga: Keren, Kini Spotify Rilis Fitur Baru Buat Playlist Musik Sesuai Style Baju yang Kamu Pakai
Dalam perkembangannya kontrak sosial diwujudkan dalam konsepsi negara, lembaga yang melindungi hak-hak dan menjamin kebebasan warganya.
Pada dasarnya, masyarakatlah yang melegitimasi keberadaan negara. Maka legitimasi kekuasaan negara adalah didasarkan keinginan masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama.
Namun, keinginan atas kebebasan dalam masyarakat madani itu sendiri juga akan menimbulkan pertentangan. Dalam perspektif lain, negaralah yang akan mengontrol dan mensubornisasi masyarakat madani.
Di sisi lain, setiap kekuasaan yang menyimpang akan melahirkan despotisme. Maka muncul pandangan tentang kedaulatan rakyat atas negara, yang melahirkan konsep pemisahan antara masyarakat madani dengan negara, sekaligus penciptaan dan demokrasi (Budiarto, 2019).
Baca Juga: Mengenal Curacao, Negara Liliput Calon Lawan Timnas Indonesia
Wacana masyarakat madani mulai berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru, sekaligus menjadi diskursus dalam wacana politik Indonesia.
Wacana ini berkembang terutama di kalangan intelektual muslim atau yang sering disebut “Muslim Tranformatif.”
Mereka terlibat dalam kelompok maupun lembaga, yang memiliki visi pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Azyumardi Azra adalah salah satu cendekiawan muslim yang secara gencar membahas masyarakat madani dalam konteks Indonesia.
Baca Juga: Mulai Move On, Wika Salim Go Publik dan Mohon Doanya
Setelah jatuhnya Soeharto dan ambruknya rezim Orde Baru, wacana masyarakat madani mulai mengemuka kembali.
Konsep masyarakat madani dikembangkan, sebagai pencarian format konsep masyarakat yang ingin dibangun di Indonesia, sebagai bagian dari agenda reformasi.
Ini penting, karena agenda utama reformasi berkaitan erat dengan transisi Indonesia dari sistem otoritarian di bawah Soearto menuju demokrasi.
Menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani bukan sekedar gerakan-gerakan pro demokrasi. Pandangan ini didasari atas kenyataan bahwa demokrasi di Indonesia masih menunjukkan nilai-nilai yang tidak demokratis atau kurang demokratis.
Baca Juga: MotoGP Jepang, Espargaro Tak Remehkan Bastianini dalam Perburuan Gelar
Maka, demokrasi berkeadaban haruslah ditanamkan melalui pendidikan kewargaan sekaligus untuk mengembangkan budaya politik.
Hal ini karena masyarakat madani –menurut Azyumardi-- adalah masyarakat yang berkualitas dan bertamadun atau berkeadaban.
Ini sebagaimana masyarakat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW, yang digambarkan oleh Azyumardi Azra sebagai masyarakat yang plural, toleran, dan dapat hidup berdampingan secara damai dengan umat-umat lain.***