Treat Yourself: Membongkar Mitos Self-Care dan Konsumerisme

ORBITINDONESIA.COM – Self-care kini menjelma menjadi fenomena yang kian populer, namun apakah kita telah salah kaprah memaknainya? Apakah belanja sebagai bentuk 'merawat diri' benar-benar memenuhi kebutuhan emosional kita?

Seiring peningkatan pencarian tentang self-care, banyak yang mengaitkannya dengan perilaku konsumtif. Masyarakat sering kali menganggap belanja sebagai solusi instan untuk kesejahteraan diri. Namun, para ahli menyatakan bahwa ini hanya menambah beban finansial tanpa menyelesaikan masalah emosional.

Menurut laporan Global Wellness Institute, ekonomi kesehatan dan kebugaran tumbuh 9% pada 2023. Sementara itu, pasar kecantikan di AS diproyeksikan meraih lebih dari $100 miliar. Fenomena ini menunjukkan bagaimana konsumerisme membungkus self-care dengan harga tertentu, mengaburkan esensi sebenarnya.

Kristina Durante, psikolog sosial, menyebut konsumerisme telah menyesatkan persepsi kita tentang self-care. Iresha Picot menambahkan, budaya kapitalis memaksa kita memberi nilai material pada segala hal. Belanja yang dipicu oleh stres atau eksklusi sosial seringkali tidak menyentuh kebutuhan koneksi dan komunitas yang sejati.

Merefleksikan esensi self-care, kita perlu menjauh dari jebakan konsumtif. Mencari kebahagiaan sejati dapat dimulai dengan merenungkan apa yang benar-benar memberi kita kebahagiaan. Mungkin, hal-hal sederhana dari masa kecil bisa jadi jawabannya. Mari bertanya: bagaimana kita bisa memprioritaskan diri tanpa harus mengeluarkan uang?

(Orbit dari berbagai sumber, 22 Agustus 2025)