Resensi Buku Guns, Germs, and Steel: Menyingkap Peta Kemenangan dan Membaca Ulang Guns, Germs, and Steel (1997)
- Penulis : Irsyad Mohammad
- Senin, 04 Agustus 2025 17:06 WIB

ORBITINDONESIA.COM- Buku ini adalah salah satu karya magnum opus dari Jared Diamond yang diterbitkan pada tahun 1997. Buku ini kemudian dilanjutkan oleh Jared Diamond pembahasannya dalam buku Collapse: Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed yang terbit pada 2005, lalu diperbarui pada 2011.
Kekuasaan Tidak Datang dari Kecerdasan, Tapi dari Letak Geografis
Ada masa ketika sejarah dunia ditulis dari atas podium pemenang, dan setiap kejayaan Eropa dijelaskan lewat teori tentang superioritas ras, budaya, atau kecerdasan. Maka lahirlah mitos-mitos: bahwa orang kulit putih memang diciptakan untuk menaklukkan, bahwa teknologi hanyalah produk kecerdasan individual, bahwa sejarah berjalan lurus ke arah peradaban Barat. Tapi di tangan Jared Diamond, semua itu dicabut akarnya.
Baca Juga: Resensi Buku Age of Empire: 1875–1914: Sihir Kekuasaan dan Darah Koloni
Dalam Guns, Germs, and Steel (1997), Diamond menyampaikan satu tesis besar yang terasa seperti palu godam yang menghantam dinding-dinding keyakinan kolonial: keberhasilan suatu peradaban bukan ditentukan oleh ras, tetapi oleh geografi.
Bukan karena orang Eropa lebih cerdas, tetapi karena mereka hidup di lingkungan yang secara kebetulan memberi mereka keuntungan ekologis—tanaman yang mudah didomestikasi, hewan besar yang bisa dijinakkan, dan bentang alam yang mempermudah penyebaran teknologi dan ide.
Bayangkan: dua komunitas manusia, satu di Lembah Tigris dan satu lagi di pedalaman Papua. Yang satu memiliki gandum liar, sapi, kuda, dan poros benua yang memanjang dari timur ke barat.
Baca Juga: Resensi Buku Harus Bisa!: Membaca SBY, Mengupas Kekuasaan dengan Senyum dan Strategi
Yang lain hidup dalam kesulitan menjinakkan flora-fauna, terisolasi oleh medan dan iklim. Dalam jangka waktu ribuan tahun, perbedaan itu bukan hanya soal makanan, tapi menciptakan lompatan: surplus pangan, kota, kerajaan, senjata, dan pada akhirnya—penaklukan.
Diamond tidak menyalahkan korban. Ia juga tidak mengagungkan pemenang. Ia hanya memetakan ulang peta sejarah manusia berdasarkan variabel-variabel yang selama ini dianggap remeh: iklim, tanah, hewan, dan benih.
Dengan demikian, ia memperlihatkan bahwa sejarah bukan hasil dari “siapa yang lebih baik,” melainkan “siapa yang lebih beruntung secara geografis.”
Baca Juga: Resensi Buku Bayangan yang Tumbuh dari Revolusi: Membaca The New Class (1957) Karya Milovan Djilas
Yang paling menggugah adalah cara Diamond menjelaskan peradaban bukan sebagai garis linear, tapi sebagai cabang-cabang evolusi yang tumbuh dan kadang saling berbenturan. Dalam benturan itu, senjata, penyakit, dan logistik sering kali lebih menentukan daripada filsafat atau puisi.