John Bolton: Sanksi Sekunder Donald Trump atas Negara Pembeli Minyak Rusia 'Menggelikan'
- Penulis : Mila Karmila
- Selasa, 22 Juli 2025 15:24 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menjatuhkan sanksi sekunder terhadap negara-negara yang membeli sumber daya energi dari Rusia disebut "menggelikan" oleh mantan Penasihat Keamanan Nasionalnya, John Bolton.
John Bolton juga menyebut bahwa rencana pengenaan tarif masuk atas barang-barang Rusia yang dieskpor ke AS sebagai tindakan yang “hampir tidak berarti”.
Trump mengatakan pada pekan lalu bahwa AS akan mengenakan bea masuk sebesar 100 persen terhadap barang-barang asal Rusia dan sanksi sekunder terhadap negara-negara yang membeli minyak Rusia jika kesepakatan gencatan senjata antara Moskow dan Kiev tidak tercapai dalam waktu 50 hari.
Baca Juga: India Menentang Peringatan Sekjen NATO Mark Rutte Terkait Sanksi AS ke Rusia
“Ancaman Washington mengenai apa yang akan terjadi setelah 50 hari itu hampir tidak ada artinya. Memberlakukan tarif pada ekspor Rusia ke AS tidak berdampak besar — ekspor Rusia ke AS hanya sekitar 3 miliar dolar AS (sekitar Rp48,9 triliun) pada tahun 2024,” tulis Balton dalam artikel opininya di The Wall Street Journal.
Dirinya juga menambahkan bahwa “mengancam sanksi sekunder terhadap negara pengimpor minyak dan gas Rusia seperti China dan India sungguh menggelikan, sebagaimana ditunjukkan oleh reaksi pasar sejak pernyataan Trump itu.”
Balton mencatat bahwa setelah batas waktu 50 hari tersebut berakhir, Trump akan memiliki kesempatan untuk mencari-cari alasan agar tidak mengambil tindakan nyata terhadap Rusia, dan pada akhirnya lepas tangan dari seluruh masalah tersebut.
Baca Juga: Presiden Ukraina Zelenskyy Ajukan Perundingan Damai Baru dengan Rusia Minggu Depan
Sebelumnya, The Economist melaporkan bahwa para investor internasional tidak mempercayai ancaman Trump untuk mengenakan tarif sekunder terhadap Rusia.
Reuters turut melaporkan bahwa reaksi pasar mengindikasikan kurangnya kepercayaan terhadap pernyataan Trump karena penerapan sanksi terhadap energi Rusia justru bisa menaikkan harga energi di AS yang bertentangan dengan janji kampanye Trump untuk menurunkan inflasi.***