Pakar Jusuf Irianto: Surat Edaran Tidak Bisa Dijadikan Dasar Hukum untuk Menjatuhkan Sanksi
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 22 Juli 2025 08:55 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Jusuf Irianto menegaskan bahwa pada dasarnya Surat Edaran (SE) tidak bisa disebut sebagai sebuah kebijakan publik. Dia menjelaskan, sebuah kebijakan harus memiliki landasan hukum yang lahir dari proses legislasi atau regulasi formal sehingga memiliki kekuatan hukum tetap.
"Sebuah surat edaran (SE) bupati/walikota dan gubernur adalah internal. Oleh karena itu SE tak dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menjatuhkan sanksi," kata Prof. Jusuf Irianto.
Jusuf Irianto menjelaskan bahwa surat edaran hanya berlaku di lingkungan internal pemerintahan daerah dan tidak memiliki daya paksa hukum sebagaimana Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Gubernur atau Peraturan Daerah. Dia melanjutkan, SE hanya berfungsi dalam memberi arahan dan bukan merupakan aturan mengikat yang disertai dengan adanya sanksi.
Baca Juga: Gubernur Wayan Koster tidak akan Biarkan Ormas Bekelakuan Preman di Bali
Guru Besar Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP Unair ini memaparkan, sebuah kebijakan merupakan serangkaian aturan atau regulasi tertentu yang sengaja dibuat pemerintah bertujuan mengatasi masalah tertentu. Aturan tersebut, sambung dia, bisa berupa UU, PP dan seterusnya yang memiliki kekuatan hukum tetap sesuai hirarki hukum yang berlaku di Indonesia.
"Dengan demikian semua pihak terkait tak perlu khawatir akan adanya ancaman sanksi akibat ketidaksesuaian dengan suatu SE," katanya.
Jusuf melanjutkan, apabila nantinya terdapat sanksi yang dijatuhkan merujuk pelanggaran terhadap SE, maka sanksi tersebut dapat dipermasalahkan atau digugat. Hal serupa juga disampaikan Pakar Kebijakan Publik, Universitas Soedirman (UNSOED) Slamet Rosyadi.
Baca Juga: Gubernur Bali Wayan Koster Minta Kepala Kesbangpol Baru Hadapi Ormas Preman
Dia mengatakan bahwa penerapan hukum berlandaskan SE merupakan hal yang tidak masuk akal alias ngawur. Dia menjelaskan bahwa pada dasarnya SE tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena kedudukannya tidak masuk dalam hierarki perundang-undangan.
Dia mengatakan, pemberian sanksi berlandaskan SE akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di masa depan. Dia berkelakar bahwa seksi atau divisi hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali memiliki tafsir yang berbeda soal kedudukan SE di mata perundang-undangan.
"Kalau Perda, kalau Pergub itu memang memiliki kekuatan hukum. Kalau seperti ini (menggunakan SE) bagian hukumnya akan buruk nanti," katanya.
Baca Juga: Pengusaha Coffee Shop di Bali Bingung Sikapi SE Gubernur Koster tentang Penjualan Air Minum Kemasan
Seperti diketahui, Gubernur Bali I Wayan Koster melarang produksi dan distribusi air kemasan di bawah 1 liter berlandaskan SE Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025. SE itu dipahami dan diberlakukan seolah-olah menjadi kebijakan resmi. Gubernur Koster bersikeras akan menindak semua pengusaha yang tidak mematuhi SE tersebut.***