Peter Rhian Mengajak Publik Kembali Menemukenali Diri Melalui The Redmiller Universe
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Senin, 07 Juli 2025 00:01 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Kilau dan riuh media sosial tak jarang menciptakan standar semu yang menjadi patokan baru bagi individu. Suara hati pun semakin tak terdengar bahkan mungkin saja terlupakan, padahal tak selayaknya standar semu itu menjadi acuan.
Seniman muda berbakat Peter Rhian mengajak publik untuk menelusuri perjalanan kontemplatif menuju cinta dan penerimaan diri melalui karya terbarunya pada ajang The Redmiller Universe.
Pameran hasil kolaborasi G3NProject, Ganara Art Space dan fX Sudirman itu menampilkan lukisan dan karya seni melalui balutan warna-warna cerah namun sarat makna.
Baca Juga: KBRI Bangkok Gelar Pameran Lukisan Karya Seniman Indonesia - Thailand Bertema "Blending Souls"
Pameran itu menghadirkan karakter Redmiller Blood dalam berbagai karya seni. Peter menjelaskan karakter Redmiller Blood yang digambarkan seperti anak kecil, menggambarkan sisi lain dari manusia dewasa.
Sisi yang disimpan dalam-dalam demi terlihat kuat dan baik-baik saja. Padahal tak demikian adanya. Maka tak heran, karakter yang diciptakan selama periode 2020 hingga 2022 itu memiliki wajah seperti bayi dan berbentuk gemoy.
"Tujuannya agar mudah diterima siapapun, karena perasaan diterima itu merupakan perasaan yang kita semua manusia ingin punyai di setiap hubungan," kata Peter pada pembukaan The Redmiller Universe yang diselenggarakan di Ganara Art FX Sudirman Jakarta, akhir pekan lalu.
Baca Juga: Seniman Asal Aceh Nur Fauzi Hidupkan Seni Bela Diri Betawi
Namun demikian tak setiap orang bisa mendapatkan perasaan diterima, bahkan tak jarang terpaksa menggunakan topeng dan mengubah diri agar bisa diterima dan dicintai.
Rambut Redmiller Blood yang berwarna merah dan menyala menyiratkan keberanian. Padahal jauh di lubuk hatinya, ia menyembunyikan ketakutan yang terselip pada lapis kepribadiannya. Sementara matanya yang berwarna-warni merupakan antitesis dari rasa takut yang dirasakan.
"Mata merupakan jendela jiwa, maka ketika kita melihat matanya maka akan menemukan galaksi di dalamnya. Galaksi itu adalah cerminan kejiwaan seseorang seperti layaknya alam semesta," kata dosen di salah satu kampus swasta di Bandung itu.
Baca Juga: Pilkada Riau 2024: Kepada Seniman dan Budayawan, Abdul Wahid Berjanji Lestarikan Seni Budaya Melayu
Peter tak memungkiri bahwa setiap individu memiliki rasa insecurity, rasa tidak aman dan percaya diri pada diri sendiri. Melalui pameran itu, Peter mengajak pengunjung untuk menemukan kembali dan bahkan mungkin menemukenali potensi diri yang lain. Mengingat-ingat kembali siapa diri kita sebenarnya.
"Apakah doa-doa yang dulu dipanjatkan oleh orang tua kita, masih berlaku di diri kita sekarang, atau jangan-jangan kita sudah menjadi orang yang berbeda," kata dia.
Redmiller Blood yang didominasi warna merah itu memiliki makna mendalam, tentang pentingnya meningkatkan kesadaran bahwa setiap insan itu berharga. Setiap orang memiliki cahayanya sendiri yang semakin menyemarakkan gemerlapnnya dunia.
Baca Juga: Kejujuran Seniman, Agamawan dan Politisi
Ia juga mengkritisi generasi muda yang mudah ikut tren namun melupakan ciri khasnya sendiri. Bahkan pameran yang didominasi warna cerah itu merupakan simbol high parallelism, kondisi yang terlihat ideal namun sesungguhnya adalah imitasi.
"Misalnya anak sekarang menganggap bahwa umur 20 tahun harus punya gaji segini. Media sosial membuat hal itu terjadi, padahal setiap orang memiliki potensinya sendiri dan waktunya sendiri," imbuh dia.
Sejak pandemi
Baca Juga: Budayawan dan Seniman Palembang Gelar Peringatan Pertempuran Lima Hari Lima Malam
Karakter Redmiller bermula dari seri Heroes Within yakni ksatria yang ada di dalam diri sendiri. Tepatnya saat dirinya melakukan pameran di Shanghai saat kondisi pandemi COVID-19.
Saat itu, Peter membuat karakter Redmiller menggunakan piyama namun menggunakan jubah dan terbang di atas tempat tidurnya.
"Makna dengan tidak keluar pun, kamu bisa menjadi pahlawan untuk menyelamatkan yang lain," kenang Peter.
Baca Juga: Karya Terpilih Denny JA: Seniman yang Tak Kembali
Kondisi itu dikarenakan masyarakat China sangat suka ke luar rumah dan bersosialisasi dan begitu lockdown, hal itu tidak bisa dilakukan.
Kemudian karakter tersebut terus berkembang hingga kini. Bahkan dalam waktu dekat, karakter tersebut akan dibuatkan filmnya. Namun Peter belum bisa memastikan kapan proyek film tersebut akan dimulai. Menurutnya, perlu persiapan matang.
Pameran The Redmiller Universe yang dibuka 4 Juli itu, mengajak pengunjung untuk berkontemplasi secara sunyi dan aman, mendengarkan ulang suara hati, mengingat doa-doa orang tua yang membimbing sejak awal, serta menerima diri secara utuh tanpa topeng sosial.
Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha, mengatakan Peter bukan hanya seorang seniman yang terus berkarya, tetapi juga seorang pendidik yang dengan penuh dedikasi membagikan nilai-nilai budaya kepada generasi berikutnya.
"Bagi seorang Peter, seni tidak hanya soal ekspresi personal, tetapi juga tanggung jawab kolektif untuk menjaga dan menghidupkan kebudayaan. Peter percaya bahwa kebudayaan harus menjadi wajah utama bangsa ini, bukan sekadar hiasan pinggir, tapi identitas yang melekat, hidup, dan berbicara," kata Giring.
CEO dan Pendiri Ganara Art, Tita Djumaryo, mengatakan pameran itu bukan hanya instalasi visual tapi juga pengalaman emosional. Pameran itu menjadi pengingat bahwa kita punya tempat untuk pulang tanpa adanya standar semu, hanya penerimaan dan kasih yang utuh.
Baca Juga: Menbud Fadli Zon: Pameran Seni Kontemporer Bisa Menginspirasi Perupa dan Seniman Muda Berkarya
"Kolaborasi ini akan menjadi jembatan bagi masyarakat untuk menikmati pengalaman seni seni yang terbuka, dapat diakses untuk semua, menyentuh ruang hati dan menjadi wadah meluangkan emosi," kata Tita.
Di tengah dunia yang semakin riuh, tak ada salahnya jika mengingat bahkan menemukenali diri sendiri melalui pameran yang berlangsung hingga 7 September 2025 itu.***