Dukung Pemerintah Dalam Penyelesaian Sampah, Danone Perkuat Ekosistem Ekonomi Sirkular
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 03 Juli 2025 09:59 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Upaya membangun ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan kian mendesak di tengah meningkatnya tekanan terhadap industri pengguna plastik.
Salah satu pendekatan yang telah diinisiasi oleh Danone sejak tahun 90 an dan kini mulai terlihat dampaknya adalah ekonomi sirkular di mana plastik pascakonsumsi tidak lagi menjadi limbah, melainkan sumber daya yang dapat diolah dan kembali.
Selain membeli Kembali sampah botol melalui program Aqua Pedulu, Danone juga mendirikan Recycle Business Unit (RBU) yang berbentuk koperasi beranggotakan pemulung.
Baca Juga: Danone Genjot Bisnis di Arab Saudi Melalui AlSafi Danone, Salah Satu Market Leader di Timur Tengah
"Kami satu-satunya produsen air minum di Indonesia yang saat ini sudah menggunakan hingga 25 persen konten plastik daur ulang (rPET) di seluruh lini botol kami. Ada juga botol khusus dengan 100 persen rPET," kata Public Affair and Sustainability Senior Manager Danone Indonesia, Jeffri Richardo belun lama ini.
Hal tersebut diungkapkan Jeffri dalam acara penguatan pengelolaan sampah melalui pengembangan Material Recovery Facility (MRF) di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta. Kegiatan tersebut diadakan sebagai bagian dari rangkaian hari lingkungan hidup sedunia 2025.
Jeffri menjelaskan, Danone Indonesia tidak ingin menjadi bagian dari masalah sampah plastik baik secara lokal maupun global. Dia menekankan bahwa di Indonesia, Danone berkomitmen dan terus melakukan beragam inovasi untuk menjadi bagian dari solusi limbah plastik. Hal tersebut dilakukan dengan membangun infrastruktur daur ulang di berbagai wilayah Indonesia.
Baca Juga: Danone Investasi Jutaan Dollar di Negara-negara Islam, Seperti Arab Saudi, Irak, Mesir dan Turki
"Kalau kami nggak melakukan sesuatu, perusahaan kami hanya akan menjadi masalah bukan bagian dari solusi. Makanya ada kampanye Bijakberplastik. Nah yang selanjutnya, bagaimana kami itu mengelola bank sampah berdasarkan sistem pola bisnis," katanya.
Danone secara sistemik mendorong pengumpulan, pengolahan, hingga penggunaan kembali plastik pascakonsumen dalam bentuk botol rPET yang telah digunakan secara luas. Melalui program #Bijakberplastik dan Inclusive Recycling Indonesia, Danone tidak hanya mengedepankan tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah, tetapi juga menanamkan nilai keberlanjutan dalam setiap mata rantai operasionalnya.
Jeffry menjelaskan bahwa kampanye #Bijakberplastik menyasar pada tiga pilar utama yakni pengumpulan, untuk menghimpun lebih banyak plastik dari yang digunakan. Kedua, inovasi yaitu berinvestasi dalam desain kemasan. Ketiga, edukasi berkenaan agar perilaku masyarakat berubah dan mendukung sistem pengelolaan sampah yang benar.
Di tingkat masyarakat, Danone Indonesia bekerjasama langsung dengan lebih dari 25.000 pemulung di seluruh Indonesia—mulai dari pelapak, bank sampah, TPS3R, dan TPST. Kerjasama dilakukan untuk membentuk jejaring pengumpulan sampah yang inklusif dan mendukung ekonomi lokal. Langkah ini memungkinkan ribuan ton botol plastik dikumpulkan setiap tahun sebelum mencemari lingkungan atau berakhir di TPA.
Meski demikian, bukan berarti pengelolaan sampah ini tidak memiliki kendala. Jeffri menjelaskan, ada masalah biaya logistik tinggi yang harus dihadapi terlebih bagi angkutan sampah di luar pulau Jawa. Dia menjelaskan, saat ini semua hasil pencacahan di fasilitas daur ulang harus dibawa ke pulau Jawa untuk diolah menjadi pallet plastik sebelum dibentuk menjadi kemasan rPET.
"Untuk efisiensi logistik, idealnya harus ada pabrik offtaker di wilayah seperti Sulawesi, karena saat ini masih terkonsentrasi di Jawa menyusul iklim investasi dan infrastruktur," katanya.
Baca Juga: Danone SN Indonesia Kembangkan Program Taman Keanekaragaman Hayati Telaga Inspirasi di IPB
Kendala lainnya yakni pemilahan sampah yang tidak dilakukan dari hulu yakni di level rumah tangga. Jeffri menjelaskan bahwa pemilahan sampah sangat penting guna menghasilkan kemasan daur ulang dengan standar keamanan yang baik. Pemilihan dan pemilahan merupakan kunci agar plastik dapat kembali masuk ke dalam rantai ekonomi melalui proses daur ulang.
Jeffri mengungkapkan bahwa industri daur ulang saat ini menghadapi dua tantangan utama yakni kuantitas dan kualitas. Dia melanjutkan, plastik yang tercemar oleh bahan organik atau tidak terpilah sejak awal akan sulit diproses, mengingat ada standar food grade yang dibutuhkan dalam produksi ulang botol air minum.
"Jika sampah tidak dipilah sejak awal maka kualitas turun sehingga tidak bisa diproses untuk kemasan pangan," katanya.
Staf Ahli Bidang Sumber Daya Pangan, Sumber Daya Alam, Energi dan Mutu Lingkungan KLH/BPLH, Laksmi Widyajayanti mengungkapkan, dari 56,63 juta ton sampah yang terkumpul pada 2023 lalu, sebagian besarnya tidak terkelola dengan baik. Sebanyak 60,99 persen dari jumlah sampah tersebut tidak terkelola.
Dia menekankan pentingnya mengembangkan budaya memilah dan mengelola sampah dari sumber. Menurutnya, komunikasi dan edukasi yang menyentuh masyarakat harus diutamakan. Dia mengatakan, peran serta masyarakat untuk mengubah perilaku membuang sampah sembarangan perlu digencarkan.
Disamping peningkatan infrastruktur pengelolaan sampah terpadu (termasuk TPS3R dan Bank Sampah). Dia melanjutkan, hal tersebut nantinya akan didukung dengan penguatan kebijakan dan penegakan hukum. Dia menilai bahwa propaganda pengelolaan sampah yang dilakukan saat ini masih kurang efektif.
"Kampanye pengelolaan sampah masih harus dimasifkan. Peningkatan kesadaran masyarakat harus dilakukan dengan upaya terakhir baru penegakan hukum," katanya.
Dia mengatakan bahwa mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, limbah yang dibuang ke TPA hanya residu saja. Artinya, sambung dia, limbah yang ada harus bisa dikelola oleh fasilitas lain seperti TPST, TPS3R hingga bank sampah sebelum dikirim ke TPA.
"Kebijakan bapak presiden, pokoknya permasalahan sampah ini bisa selesai di 2029 100 persen. Jadi kita berharap bisa mencapai pengelolaan sampah 100 persen di 2029," katanya.***