DECEMBER 9, 2022
Kuliner

Bakcang, Kisah tentang Tradisi dan Akulturasi Budaya Tionghoa di Indonesia

image
Foto yang diabadikan pada 18 Mei 2025 ini menunjukkan bakcang yang dijual di sebuah toko sekaligus tempat produksi bakcang di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat. (Xinhua/Yohanna Yuni)

ORBITINDONESIA.COM -- Setiap tanggal 5 di bulan kelima dalam kalender lunar China, masyarakat Tionghoa di seluruh dunia merayakan Festival Duanwu atau Festival Perahu Naga, yang di Indonesia juga lazim dikenal sebagai Hari Bakcang.

Perayaan ini memiliki akar sejarah yang dalam dan menyentuh, serta menjadi salah satu momen penting dalam menjaga tradisi budaya, khususnya di kalangan masyarakat Tionghoa. Tahun ini, Hari Bakcang jatuh pada 31 Mei.

Hari Bakcang sendiri berakar dari legenda Qu Yuan, seorang negarawan dan penyair China kuno yang hidup pada periode Negara-Negara Berperang (475-221 SM). Qu Yuan menenggelamkan diri di Sungai Miluo lantaran putus asa setelah dituduh berkhianat dan justru diasingkan karena memberikan nasihat yang bermaksud baik kepada raja.

Baca Juga: Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Dukung Kebijakan Pemerintah Wujudkan Ketahanan Pangan

Masyarakat yang mencintainya kemudian melemparkan bungkusan ketan ke sungai agar ikan tidak memakan jasadnya. Dari situlah muncul tradisi membuat dan menyantap bakcang (zongzi), ketan dengan berbagai isian (daging, kurma, atau gula) dan dibungkus daun.

Bagi masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, perayaan Hari Bakcang tidak hanya menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur, tetapi juga momen kebersamaan keluarga. Biasanya anggota keluarga akan berkumpul untuk membuat bakcang bersama, dari menyiapkan bahan, membungkus, hingga memasaknya.

Setelah sembahyang, bakcang tersebut dimakan bersama-sama. Aktivitas ini menjadi simbol ikatan kekeluargaan yang kuat sekaligus pelestarian budaya secara turun-temurun.

Baca Juga: Rayakan Imlek dengan "Menjadi Pria dan Gadis Tionghoa" di Pantjoran PIK

Tradisi serupa juga masih dilakukan di keluarga Benny (42), seorang wirausahawan muda yang tinggal di Jakarta Barat. Di keluarganya, sang ibu setiap tahun membuat bakcang untuk perayaan tersebut. Tak hanya untuk keluarga sendiri, ibunya juga terkadang membuatkan bakcang untuk keluarga besar atau pesanan teman-teman dekat.

Kepada Xinhua pertengahan Mei lalu, Benny bercerita ibunya biasanya sudah mempersiapkan bahannya sejak jauh-jauh hari. "Kalau memasaknya sih biasanya sehari selesai, tahu-tahu sudah jadi aja," kata Benny sambil tertawa.

Pembuatan bakcang memang memerlukan ketelatenan tersendiri. Tak hanya soal mengolah bahan ketan atau nasi dan isian dagingnya yang perlu dibumbui dengan cermat sehingga kombinasinya terasa pas. Daunnya pun perlu disiapkan secara khusus. "Daun untuk bungkusnya biasanya harus direbus dulu, kalau tidak nanti sulit dibentuk dan aromanya berbeda," kata pemuda bermarga Lim itu menjelaskan.

Baca Juga: Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2025 Kedepankan Pembentukan Karakter Bangsa Lewat Seni Budaya

Meski identik dengan perayaan Festival Perahu Naga, proses akulturasi budaya yang panjang membuat ragam bakcang yang ada di Indonesia kian banyak saat ini. Isian yang digunakan bervariasi, mulai dari daging ayam, daging sapi, daging babi, bahkan telur asin atau jamur sebagai alternatif bagi para vegetarian.

Halaman:
Sumber: Xinhua

Berita Terkait