Civil Society Indonesia Bisa Manfaatkan Teknologi Pembebasan sebagai Sarana Pencerahan Publik
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 19 September 2022 17:35 WIB
Media cetak seperti suratkabar dan majalah terbatas peredarannya. Itu dikontrol penguasa lewat pembatasan jumlah SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).
Hanya media yang punya SIUPP yang bisa terbit. SIUPP itu juga bisa dicabut sewaktu-waktu oleh pemerintah Orde Baru, tanpa harus lewat proses pengadilan.
Media yang nekad terbit tanpa SIUPP dianggap ilegal, bahkan para penerbit dan pengelolanya terancam masuk penjara.
Hal itu sudah dialami oleh tiga anggota/staf sekretariat AJI (Aliansi Jurnalis Independen), yang masuk penjara karena menerbitkan dan mengedarkan buletin Suara Independen.
Nah, itu berbeda jauh dengan era sekarang. Tidak ada lagi aturan SIUPP dan pembatasan penerbitan media cetak.
Ada kebebasan pers yang luas (cuma aktivis mahasiswa bodoh, yang bilang bahwa di zaman Orde Baru ada kebebasan yang lebih luas dari zaman reformasi sekarang!).
Sekarang setiap elemen civil society bebas menerbitkan dan memanfaatkan media untuk misi dan perjuangannya. Dengan biaya relatif murah, semua LSM, gerakan buruh, organisasi profesi, ormas keagamaan, bisa memiliki situs web sendiri.
Baca Juga: Punya Target Pribadi, Abdulla Yusuf Helal Siap Bantu Menangkan Persija Jakarta Dari Madura United
Mereka bebas menyebarkan sendiri pesan-pesannya melalui media sosial Facebook, Youtube, Instagram, Twitter, dan lain-lain.