Pascatarif, Apakah Trump Versus Powell Akan Jadi Guncangan Global Berikutnya?
- Penulis : M. Ulil Albab
- Minggu, 20 April 2025 11:48 WIB

WSJ mengingatkan bahwa kebijakan tarif oleh Trump bagaikan pajak bagi warga AS, dalam makna bahwa akan ada harga yang lebih tinggi yang akan dibebankan kepada konsumen terhadap barang yang dikenakan Trump. Seperti diketahui, Trump telah mengenakan tarif minimum sebesar 10 persen di seluruh dunia, yang kira-kira empat kali lipat dari tarif rata-rata AS sebelumnya sebesar 2,4 persen.
Harian tersebut juga mengakui bahwa bank sentral di bawah kepemimpinan Powell telah ada melakukan keliru pada masa lalu, seperti kebijakan mendorong anggaran belanja pemerintah federal AS untuk mengatasi dampak pandemi yang mengakibatkan meningkatnya inflasi.
Namun, WSJ kali ini sepakat dengan pendekatan kehati-hatian yang ditunjukkan Powell guna mengimbangi dampak tarif dengan pelonggaran kebijakan moneter AS.
Potensi kejatuhan pasar
Sementara itu, Senator Elizabeth Warren, yang mengepalai Ketua Subkomite Kebijakan Ekonomi di Komite Perbankan Senat AS, kepada CNBC berpendapat bahwa penting bagi Powell untuk tetap menjabat sebagai ketua Fed, karena bila pemecatan terjadi maka berpotensi untuk menjatuhkan pasar saham AS.
Potensi itu memang sangat mungkin terjadi bila Trump jadi mencopot Powell, maka bakal dapat membuat investor panik karena langkah itu sama saja menghancurkan independensi The Fed yang selama ini telah terjaga, bahkan ada kecemasan Trump akan memaksakan pelonggaran kebijakan moneter demi keuntungan politik.
Baca Juga: Hikmahanto Juwana: Indonesia Tidak Perlu Kirim Tim Negosiasi atas Kebijakan Tarif Trump
Masalahnya, jika banyak pihak percaya bahwa Trump akan dapat memaksakan pemotongan suku bunga dalam rangka mendongkrak ekonomi, maka pasar kemungkinan ke depannya akan memperkirakan munculnya inflasi yang semakin tinggi.
Mengapa inflasi diperkirakan semakin tinggi jika Ketua The Fed ternyata berpotensi dicopot begitu saja oleh Presiden AS? Hal ini karena bila pucuk pimpinan bank sentral dapat diganggu atau diganti sesuka hati, maka ke depannya akan dapat kehilangan karakter independensi dalam rangka menahan ekspektasi inflasi.
Dampak jangka panjangnya bisa saja mengakibatkan investor dan konsumen kehilangan kepercayaan kepada bank sentral untuk melawan inflasi saat dibutuhkan.
Baca Juga: Siapa Menang Dalam Perang Tarif AS - China yang Kian Brutal
Bahkan, bila intervensi terhadap independensi bank sentral diberlakukan, pihak pemberi pinjaman bisa menambahkan opsi "premi risiko" untuk campur tangan politik, yang bakal bisa membuat biaya pinjaman jangka panjang akan naik.