DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo Ajak Pemangku Kepentingan Bersinergi Hadapi Gejolak Global

image
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (paling kiri) dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 29 November 2024. ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas

Selain itu, kenaikan tenaga kerja perlu didorong dengan pendidikan vokasi, termasuk sertifikasi profesi, dan stimulus di sektor padat karya. Kemudian, produktivitas dikejar dengan infrastruktur dan rantai pasok nasional beserta global. Digitalisasi ekonomi, sistem pembayaran, jasa keuangan, dan perkantoran juga bisa menaikkan produktivitas.

“Dengan sinergi kelima kebijakan transformasi ekonomi nasional tersebut, ekonomi Indonesia insyaAllah bisa tumbuh lebih tinggi, stabilitas makro ekonomi terjaga. Kami mendukung 40 proyek pemerintah dalam Astacita yang akan mendorong kapasitas dan produktivitas ekonomi nasional ke depan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi melalui peningkatan modal, penyerapan tenaga kerja, dan kenaikan produktivitas,” ucap dia.

Pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dengan kebijakan America First (kepentingan AS di atas kepentingan global), prospek ekonomi global disebut akan meredup pada tahun 2025 dan 2026.

Baca Juga: Untuk Tekan Inflasi di Kota Makassar, Bank Indonesia dan Pemprov Sulawesi Selatan Gencarkan Gerakan Tanam Cabai

Perry memaparkan lima karakteristik yang mencerminkan tanda-tanda ketidakpastian ekonomi dunia.

Pertama yaitu slower and divergent growth, yang berarti pertumbuhan ekonomi dunia akan menurun pada 2025 dan 2026. Ekonomi AS disebut akan membaik, sementara Tiongkok dan Eropa bakal melambat, serta India dan Indonesia masih cukup baik.

Kedua adalah penurunan inflasi dunia yang akan melambat pada dua tahun mendatang akibat gangguan rantai pasok dan perang dagang (re-emergence of inflation pressure).

Baca Juga: Bank Indonesia Tingkatkan Edukasi Cinta Rupiah Bagi Pelajar Kepulauan Talaud, Perbatasan Sulawesi Utara

Selanjutnya ialah penurunan Fed Funds Rate (FFR) akan lebih rendah, sementara US Treasury naik tinggi ke 4,7 persen pada 2025 dan 5 persen pada 2026 karena defisit fiskal dan utang pemerintah AS yang membengkak.

Kemudian yakni penguatan dolar AS dari 101 ke 107, dan hal ini bakal mengakibatkan tekanan depresiasi nilai tukar seluruh dunia, termasuk rupiah.

Terakhir, pelarian modal investor global dari emerging market ke AS karena suku bunga yang meningkat dan adanya penguatan dolar.***

Baca Juga: Bank Indonesia Banten Temukan 1.025 Lembar Uang Palsu, Terutama dari Klarifikasi Setoran Bank yang Masuk

Halaman:

Berita Terkait