Anggota Dewan Keamanan PBB Ramai-ramai Kecam Veto ke-4 AS atas Resolusi Gencatan Senjata Gaza, Palestina
- Penulis : M. Imron Fauzi
- Kamis, 21 November 2024 14:00 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sejumlah anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Rabu, 20 November 2024, ramai-ramai mengecam veto keempat kalinya yang dilakukan Amerika Serikat (AS) terhadap resolusi gencatan senjata yang diusulkan untuk Jalur Gaza, Palestina.
Utusan China, Fu Cong, mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil pemungutan suara tersebut dan menuduh AS menghalangi harapan rakyat Palestina "untuk bertahan hidup, mendorong mereka lebih jauh ke dalam kegelapan dan keputusasaan" melalui penggunaan hak vetonya.
“Apakah nyawa rakyat Palestina tidak berarti apa-apa?” tanya Fu Cong retoris.
Baca Juga: Menlu Rusia Sergey Lavrov: Perang Gaza Tidak Bisa Diabaikan di Dewan Keamanan PBB
“Berapa banyak lagi orang yang harus mati sebelum mereka (AS) terbangun dari tidur pura-puranya?” lanjutnya.
Fu menilai bahwa veto berulang oleh AS "telah meruntuhkan otoritas Dewan Keamanan dan hukum internasional ke titik terendah sepanjang sejarah."
“Kami menyerukan kepada AS untuk mengambil tanggung jawabnya sebagai anggota tetap Dewan secara serius. AS harus berhenti bersikap pasif dan menghindar,” tegasnya.
Baca Juga: Dubes Rusia Vassily Nebenzia Kritik Sidang Dewan Keamanan PBB tentang Ukraina di Tengah Krisis Gaza
Utusan Aljazair, Amar Bendjama, menyampaikan bahwa “pesan hari ini jelas ditujukan kepada kekuatan pendudukan Israel: ‘Anda boleh melanjutkan genosida Anda, Anda boleh melanjutkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina dengan impunitas penuh.’”
Ia mengatakan veto AS mengirimkan pesan “jelas” lainnya kepada rakyat Palestina bahwa “meskipun mayoritas dunia mendukung penderitaan Anda, ada pihak lain yang tetap tidak peduli.”
Utusan Prancis, Nicolas de Riviere, menyatakan “penyesalan mendalam” atas penggunaan veto oleh AS dan menekankan bahwa situasi di Gaza memburuk setiap hari.
Baca Juga: Menlu Retno Marsudi: Indonesia Ajukan Diri sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB 2029-2030
“Hukum humaniter internasional sedang diinjak-injak,” ujarnya, seraya menegaskan bahwa satu-satunya respons yang tepat adalah gencatan senjata.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan tidak mengejutkan jika AS memveto resolusi tersebut.
“Selama berbulan-bulan, AS telah menghalangi dan mempersulit aksi Dewan untuk menangani situasi bencana di Gaza, berpihak pada satu pihak dalam konflik untuk mendorong kepentingan politiknya sendiri dengan mengorbankan nyawa rakyat Palestina,” katanya.
Baca Juga: Turki Memimpin Inisiatif Mendesak Dewan Keamanan PBB Hentikan Pasokan Senjata ke Israel
Veto tersebut disebutnya sebagai tindakan yang “tidak berperikemanusiaan.” Ia menambahkan, “Kami tidak perlu diberi ceramah oleh Amerika Serikat tentang kemunafikan. Kemunafikan adalah apa yang mereka tunjukkan setiap hari dalam berbagai konflik.”
Kepada Wakil Utusan AS, Robert Wood, Nebenzia mengatakan: “Hari ini Anda secara definitif menunjukkan bahwa Anda sepenuhnya bertanggung jawab atas kematian puluhan ribu warga sipil tak berdosa, pengungsian, penderitaan para sandera, dan penahanan ilegal warga Palestina.”
Utusan Inggris, Barbara Woodward, yang juga menjabat sebagai ketua DK PBB untuk November, menyatakan penyesalannya atas veto tersebut. “Hukum humaniter internasional harus dihormati oleh semua pihak,” ujarnya.
Baca Juga: AS Kembali Veto Rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB Bagi Gencatan Senjata Tanpa Syarat di Gaza
Utusan Guyana, Carolyn Rodrigues-Birkett, juga menyampaikan penyesalannya dan menyebut “pemusnahan rakyat Palestina adalah noda besar pada hati nurani kolektif kita sebagai umat manusia.”
Rodrigues-Birkett mengatakan bahwa peluang Dewan untuk menghapus noda tersebut “terhambat oleh veto.”
“Kelanjutan penderitaan yang sangat besar ini tidak boleh menjadi takdir rakyat Palestina,” katanya, mendesak agar konflik segera diakhiri.
Baca Juga: Utusan Palestina Majed Bamya Kecam Veto AS atas Resolusi Gencatan Senjata Gaza di Dewan Keamanan PBB
Kepada para wartawan setelah sidang, Rodrigues-Birkett menyatakan bahwa 10 anggota tidak tetap Dewan “menunjukkan fleksibilitas besar untuk mencapai konsensus.”
“Kami sangat kecewa karena teks tersebut tidak diadopsi,” tambahnya, “Namun upaya kolektif kami untuk mengakhiri permusuhan ini tidak akan berhenti." ***