DECEMBER 9, 2022
Kolom

Mike Tyson vs Jake Paul: Asalkan Dia Tidak Tumbang

image
Pertandingan tinju Mike Tyson vs Jake Paul (Foto: Istimewa)

Salah satu dari orang dewasa di kampung saya mengatakan bahwa Ali sengaja mengalah dalam pertandingan itu, sebab Holmes adalah sparring partner Ali dan mereka berteman dekat. Dia menyebut Larry Holmes “Ndas Kacang”, sebab kepalanya tampak terlalu kecil, seperti sebutir kacang tanah di atas tubuh besarnya.

“Jika Ali bersungguh-sungguh, tidak mungkin Ndas Kacang bisa mengalahkannya,” katanya.

Saya mempercayai ucapan itu bahwa Ali tidak benar-benar kalah, tetapi saya tetap membenci Larry Holmes karena di ring tinju ia menghajar Ali. Saya menonton pertandingan itu dengan perasaan sengsara. Kupu-kupu pujaan saya tidak melayang anggun di atas ring, lebah saya kehilangan kemampuan menyengat, dan saya merasa kesakitan setiap kali pukulan Holmes mengenai wajah atau bagian mana pun dari tubuh Ali.

Baca Juga: Hukum Roux tentang Karate, Kenapa Karateka Kuat Fisik dan Mental

Delapan tahun kemudian, kejengkelan saya terhadap Larry Holmes terobati ketika Mike Tyson, 21 tahun pada waktu itu, menghajar Ndas Kacang, 17 tahun lebih tua dibandingkan lawannya, dan Mike menjatuhkan Larry tiga kali pada ronde keempat. Dan itulah satu-satunya kekalahan KO yang dialami oleh Holmes sepanjang kariernya. Saya bahagia, seolah-olah Tyson telah mengembalikan kehormatan pahlawan masa kecil saya. Meski itu bukan kemenangan Ali, tapi saya senang melihat Larry Holmes terkapar.

Mike Tyson di masa jayanya adalah monster yang membuat lawan-lawannya tampak ingin jatuh secepat mungkin ketimbang harus lebih lama menghadapi gelombang amukannya. Namun waktu tidak pernah bersahabat dengan siapa pun, dan siang tadi Mike Tyson naik ring dalam posisi Ali, dalam posisi Holmes. Saya mengingatkan diri sendiri bahwa ini hanya pertandingan eksibisi, hanya pertunjukan sirkus di era digital: Seorang pensiunan melawan influencer.

Mungkin ini hanya pertarungan yang direkayasa untuk hiburan, tetapi sejarah punya cara aneh untuk mencabik-cabik kita, membuat kita terhubung lagi dengan luka lama yang tidak pernah benar-benar sembuh. Mungkin ini tentang kita sendiri, yang tak pernah siap melihat pahlawan kita jatuh—sebab hal itu berarti kita, dengan semua mimpi dan harapan kita, juga tak luput dari kekalahan.

Baca Juga: Renungan Petinju George Foreman tentang Kesabaran dalam Kehidupan

Saya merasa lega bahwa Tyson tetap berdiri sampai pertandingan delapan ronde itu berakhir. Ia kalah, tetapi tidak tumbang.

*A.S. Laksana adalah sastrawan dan mantan wartawan DeTik. ***

Halaman:

Berita Terkait