Mahkamah Pidana Internasional Menunda 5 Bulan untuk Keluarkan Surat Penangkapan Benjamin Netanyahu
- Penulis : Bramantyo
- Rabu, 30 Oktober 2024 01:12 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menghadapi tuduhan kemunafikan karena menunda permintaan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant selama lebih dari lima bulan.
Padahal, surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin disetujui hanya dalam 24 hari.
Permintaan surat perintah penangkapan, yang diajukan oleh Kantor Kejaksaan ICC pada 20 Mei terhadap Netanyahu, Gallant, dan tiga pemimpin Hamas, telah menghadapi hambatan sistematis dari Israel dan sekutu-sekutunya.
ICC bertindak cepat dalam kasus terkait Ukraina, yaitu mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk enam pejabat Rusia, termasuk Putin, dalam hitungan bulan.
Sebaliknya, tidak ada surat perintah penangkapan yang diterbitkan dalam kasus Gaza sejak penyelidikan dimulai pada 2019, sehingga menunjukkan penundaan yang signifikan dan adanya standar ganda.
Penundaan panjang dalam penyelidikan Palestina berasal dari operasi mata-mata Israel yang menargetkan ICC dan para pejabatnya selama sembilan tahun, ditambah dengan pengunduran diri seorang hakim yang menangani kasus tersebut.
Baca Juga: PM Benjamin Netanyahu Dikecam Banyak Kalangan di Israel dan Diminta Mundur oleh Oposisi
Masalah menjadi rumit setelah Inggris menantang yurisdiksi ICC, menyusul tuduhan pelanggaran terhadap Jaksa Karim Khan.
Tuduhan terhadap Jaksa Khan
Tak lama setelah Khan mengajukan permintaan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant, muncul penyelidikan atas dugaan pelanggaran Khan terhadap seorang anggota staf ICC.
Baca Juga: Benjamin Netanyahu Tolak Tekanan Baru atas Gaza dan Sandera Meski Didemo Ratusan Ribu Warga Israel
Majelis Negara Anggota ICC mengonfirmasi bahwa penyelidikan masih berlangsung, tetapi tidak menemukan cukup bukti untuk melanjutkan kasus tersebut.
Waktu kemunculan tuduhan ini, yang bertepatan dengan permintaan surat perintah penangkapan menimbulkan kecurigaan.
Pengunduran diri Hakim Motoc
Baca Juga: Yordania, Qatar Kecam Tuduhan Netanyahu Bahwa Senjata Diselundupkan ke Hamas Lewat Perbatasan Mesir
Hakim Julia Motoc, yang memimpin Kamar Prapersidangan yang menangani kasus tersebut, mengundurkan diri atas “alasan kesehatan dan untuk menjamin kelancaran fungsi peradilan.”
ICC mengumumkan bahwa Hakim Beti Hohler, seorang hakim Slovenia yang bergabung bersamaan, akan menggantikan Motoc.
Ahli hukum internasional Dr. Owiso Owiso memperingatkan bahwa pengunduran diri Motoc dapat memperpanjang proses.
Baca Juga: Dahsyat, Delegasi Indonesia 'Walkout' Saat PM Israel Benjamin Netanyahu Naik Mimbar Sidang Umum PBB
Sementara itu, mantan pejabat PBB Craig Mokhiber mengkritik perubahan mendadak tersebut sebagai tindakan yang mencurigakan di tengah peningkatan tekanan dari Israel dan negara-negara Barat.
Mokhiber mencatat bahwa Hakim Hohler sebelumnya menyarankan agar pejabat Israel diadili di pengadilan domestik daripada di ICC.
Penundaan Sistematis Sejak 2019
Baca Juga: Menlu RI Retno Marsudi: Bagaimana Bisa Kita Percaya Pidato PM Israel Benjamin Netanyahu?
Penundaan dalam penyelidikan Palestina dimulai sejak 2015 ketika mantan Jaksa ICC Fatou Bensouda memulai pemeriksaan awal.
Meskipun penyelidikan memenuhi kriteria yang diperlukan pada 2019, pelaksanaan ditunda karena perdebatan yurisdiksi atas wilayah Palestina.
Penyelidikan formal dimulai pada Maret 2021, tetapi belum ada kemajuan berarti sehingga memperpanjang penundaan permintaan menyangkut Netanyahu dan Gallant.
Pada Juli 2024, Inggris mempersulit situasi itu dengan menantang status kenegaraan Palestina dan yurisdiksi ICC.
Meskipun Inggris kemudian menarik diri dari proses tersebut, ICC menerima lebih dari 60 pengajuan serupa hingga memperpanjang penundaan permintaan surat perintah penangkapan.
Ancaman sanksi AS dan gangguan Mossad
ICC menghadapi ancaman dari Senat Amerika Serikat (AS), yang memperingatkan bahwa sanksi akan diberlakukan jika surat perintah penangkapan dikeluarkan terhadap pejabat Israel.
Ancaman ini mengingatkan pada tindakan sebelumnya, seperti pembekuan aset mantan Jaksa Bensouda dan larangan bepergian selama penyelidikan Afghanistan.
Badan intelijen Israel, Mossad, juga ikut campur dalam operasi ICC. Mantan kepala Mossad, Yossi Cohen, dilaporkan bertemu secara rahasia dengan Jaksa Bensouda untuk membujuk sang jaksa agar tidak melanjutkan kasus terhadap personel Israel.
Baca Juga: Drone dari Lebanon Hantam Kediaman PM Israel Benjamin Netanyahu
Beberapa sumber mengisyaratkan bahwa Cohen melakukan pendekatan terus menerus dan cenderung mengancam, termasuk menggunakan informasi pribadi untuk mengintimidasi Bensouda.
Tekanan semacam itu telah merusak independensi ICC serta memperpanjang proses penyelidikan, sehingga merongrong kredibilitas serta kemampuan Mahkamah untuk menegakkan keadilan.***