DECEMBER 9, 2022
Internasional

Laporan FRA: Lebih Dari 50 Persen Umat Islam di Uni Eropa Alami Diskriminasi dan

image

- Badan Hak Fundamental Uni Eropa (FRA) melaporkan bahwa hampir setengah dari umat Islam di negara-negara anggota Uni Eropa mengalami diskriminasi dan ujaran kebencian dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam survei bertajuk “Menjadi Muslim di Eropa: Pengalaman Muslim,” yang dilakukan FRA terhadap 9.600 partisipan Muslim dari 13 negara anggota Uni Eropa, terungkap peningkatan signifikan dalam rasisme dan diskriminasi terhadap Muslim antara 2016 dan 2022.

Studi tersebut menunjukkan bahwa ujaran dan tindakan diskriminatif mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari Muslim Eropa, termasuk tantangan dalam pekerjaan, pendidikan, perumahan, dan bisnis.

Survei ini dilakukan antara September 2021 hingga Oktober 2022 di beberapa negara anggota Uni Eropa, seperti Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Spanyol, dan Swedia. Namun, peristiwa di Timur Tengah setelah 7 Oktober 2023 tidak dimasukkan dalam analisis.

Proporsi Muslim yang melaporkan pengalaman rasisme di Eropa meningkat dari 39 persen sebelum 2016 menjadi 47 persen antara 2016 dan Oktober 2022.

Diskriminasi Tertinggi di Austria, Jerman, dan Finlandia

Austria (71 persen), Jerman (68 persen), dan Finlandia (63 persen) diidentifikasi sebagai negara-negara dengan tingkat diskriminasi tertinggi terhadap Muslim, sementara Swedia (22 persen), Spanyol (30 persen), dan Italia (34 persen) melaporkan tingkat pengaduan terendah.

Peningkatan rasisme dan diskriminasi di Austria dan Jerman dikaitkan dengan pertumbuhan politik sayap kanan di negara-negara tersebut.

Studi ini menunjukkan bahwa Muslim mengalami "gelombang rasisme yang sangat luas" terkait pakaian, identitas etnis, atau keyakinan mereka, meskipun terdapat perbedaan statistik dalam kehidupan profesional dan sosial mereka di seluruh Eropa.

Lebih dari separuh Muslim yang lahir di Eropa melaporkan diskriminasi berbasis ras saat mencari pekerjaan, yang menunjukkan bahwa mereka tidak diperlakukan sama dibandingkan dengan individu yang memiliki kemampuan bahasa dan kompetensi serupa.

Halaman:
1
2

Berita Terkait