Imajinasi Faktual dalam Lukisan Denny JA
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Minggu, 25 Agustus 2024 19:58 WIB
Oleh Agus Dermawan T.
ORBITINDONESIA.COM - Denny JA, atau Denny Januar Ali, seperti tak pernah berhenti berjalan. Setiap hari ia mengolah media sosialnya untuk menyiarkan tanda-tanda dan aba-aba lewat “tausiah” sosial politiknya. Setiap hari dalam portalnya, ia menulis segala ihwal yang isinya mendorong setiap pembaca untuk tak henti berhasrat menjunjung maslahat.
Pada masa pemilihan umum, ia berdiri di tengah kerumunan, sambil menawarkan kompas politik yang ia yakini benar. Pada situasi dunia global gonjang-ganjing akibat dibakar api perang (Rusia versus Ukraina, Israel versus Palestina), ia memberikan fakta-fakta sehingga semua bisa mengulas dengan jelas.
Baca Juga: Mengapa Mengurung Pikiranmu di Sangkar: Pengantar Buku ke-5 Lukisan Artificial Intelligence
Pada suasana yang tenang bagai danau di terik siang, ia menyiarkan syair-syair Kahlil Gibran, Robert Frost, Rainer Maria Rilke, Su Tung Po, sampai Nizar Qabbani.
Meski dalam suasana teduh itu, Denny sangat tidak ingin orang-orang hanya tidur dalam keheningan. Sehingga ia pun membangunkan lewat perkataan Jalaluddin Rumi: Meskipun aku tenang bagai ikan, tapi aku gelisah bagai ombak dalam lautan. Ia ingin agar semua orang selalu saja melek mata, membuka ruang pikiran sehingga senantiasa waspada.
Denny sejak puluhan tahun lalu memang melakukan aktivitas dengan atmosfer seperti itu. Dengan memosisikan dirinya sebagai figur penggerak keberagaman, ia mengharuskan diri memasang badan sambil menajamkan pandangan.
Hasil dari pasang badan dan ketajaman pandangan itu adalah kandungan aktivitasnya yang selalu kontekstual. Konsep kontekstualisme ini - menyangkut aktivitasnya di ranah sosial – menyebabkan dirinya cermat membaca (gejala) peristiwa besar yang akan terjadi pada suatu hari.
Dan (gejala) peristiwa besar yang ia lihat sekarang adalah: kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Saya tahu Denny adalah seorang Muslim yang khusyuk mendalami seluk-beluk agama dan filsafat Islam. Namun, mengapa ia tergugah benar dengan kunjungan Paus Fransiskus, yang notabene “presiden” dari umat Katolik? Ia tidak ingin menjawab itu dengan seksama. Namun jalan pikirannya bisa diduga.
Baca Juga: 4 Lukisan Artificial Intelligence Denny JA: Ada Suara Tanpa Kata, Dengarlah
Ia akan berkata bahwa kontekstualisme dalam ilmu sosial tidak pernah meminggirkan setitik pun fakta yang menggugah. Apalagi kunjungan Paus Fransiskus akan sangat berkonteks dengan konten utama aktivitasnya: keberagaman.