DECEMBER 9, 2022
Internasional

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr Kritik Tindakan Pesawat Tempur China Ilegal dan Ceroboh di Laut China Selatan

image
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Minggu, 11 Agustus 2024 mengkritik tindakan pesawat tempur China dalam insiden di Laut China Selatan yang melibatkan pesawat patroli Filipina, menyebut tindakan tersebut "ilegal dan ceroboh."

ORBITINDONESIA.COM - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Minggu, 11 Agustus 2024 mengkritik tindakan pesawat tempur China dalam insiden di Laut China Selatan yang melibatkan pesawat patroli Filipina, menyebut tindakan tersebut "ilegal dan ceroboh."

China dan Filipina saling menyalahkan atas insiden yang terjadi pada Kamis, 8 Agustus 2024.

Militer Filipina mengatakan bahwa pesawat China melakukan manuver berbahaya saat terbang di dekat pesawat Filipina, selama misi di dekat Kepulauan Spratly yang dipersengketakan, sementara China menuduh pesawat Filipina telah melanggar wilayah udaranya.

Baca Juga: China Respons Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr yang Tolak Gunakan Meriam Air di Kapal Penjaga Pantai

"Saya dengan tegas mengecam insiden udara di Bajo de Masinloc awal pekan ini ... Tindakan pesawat Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF) tidak dapat dibenarkan, ilegal, dan ceroboh," kata Marcos Jr., merujuk pada pulau tersebut dengan nama Filipina.

Afiliasi teritorial dari sejumlah pulau dan terumbu karang di Laut China Selatan telah menjadi subjek sengketa antara China, Filipina, dan beberapa negara Asia-Pasifik lainnya selama beberapa dekade.

Cadangan minyak dan gas yang signifikan telah ditemukan di landas kontinen pulau-pulau tersebut, termasuk Kepulauan Paracel, Pulau Thitu, Karang Scarborough, dan Kepulauan Spratly, dengan Karang Whitson menjadi bagian darinya.

Baca Juga: China Tuding Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr Membesar-besarkan Situasi di Laut China Selatan

Pada Juli 2016, Pengadilan Tetap Arbitrase di Den Haag memutuskan bahwa China tidak memiliki dasar untuk klaim teritorial di Laut China Selatan.

Pengadilan menyatakan bahwa pulau-pulau tersebut bukan wilayah yang disengketakan dan tidak membentuk zona ekonomi eksklusif, tetapi Beijing menolak menerima putusan tersebut.***

Sumber: Antara

Berita Terkait