Hamas Tolak Hadiri Undangan Gencatan Senjata
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 12 Agustus 2024 10:47 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Gerakan perlawanan Hamas menolak undangan dari Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir untuk berpartisipasi dalam putaran terakhir pembicaraan dengan Israel tentang gencatan senjata di Jalur Gaza,15 Agustus, demikian portal Axios mengutip pernyataan gerakan tersebut.
Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat menyerukan Israel dan Hamas untuk melanjutkan diskusi mengenai ketentuan gencatan senjata pada 14-15 Agustus 2024.
Pemimpin dari tiga negara tersebut menyatakan siap untuk mengajukan proposal akhir untuk mencapai kesepakatan.
Baca Juga: Hamas Tunjuk Yahya Sinwar Gantikan Ismail Haniyeh yang Terbunuh
Axios juga melaporkan bahwa Hamas menyebutkan syarat-syarat baru yang baru-baru ini diajukan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh, dan serangan terbaru Israel di Jalur Gaza yang menjadi alasan keputusannya.
Seorang pejabat senior Israel yang terlibat dalam negosiasi mengatakan, pernyataan Hamas adalah "langkah taktis menjelang kemungkinan serangan oleh Iran dan Hizbullah serta upaya mendapat syarat yang lebih baik dalam kesepakatan."
"Jika Hamas tidak datang ke meja perundingan, kami akan terus menghancurkan kekuatan mereka di Gaza," kata pejabat Israel tersebut seperti yang dikutip oleh publikasi tersebut.
Baca Juga: Profil Pejuang Palestina, Yahya Sinwar: Dari Penjara Israel ke Posisi Kepala Biro Politik Hamas
Reuters melaporkan, mengutip pernyataan gerakan tersebut, bahwa Hamas telah meminta mediator dalam negosiasi dengan Israel untuk mengajukan rencana gencatan senjata di Jalur Gaza, yang disepakati oleh gerakan tersebut pada Juli, daripada memulai negosiasi baru.
Menurut kantor berita itu, Hamas menuntut pelaksanaan dokumen yang disepakati oleh gerakan tersebut pada 2 Juli dan didasarkan pada visi Presiden Joe Biden serta resolusi Dewan Keamanan PBB.
Pada Juli, Israel dan Hamas melanjutkan negosiasi melalui perantara mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza sebagai imbalan atas pembebasan sandera.
Proses negosiasi telah menemui jalan buntu selama lebih dari sebulan sejak Biden, atas nama Israel, mengumumkan rencana baru untuk menyelesaikan konflik di wilayah Palestina. ***