DECEMBER 9, 2022
Internasional

China: Deklarasi KTT NATO Adalah Mentalitas Perang Dingin dan Jadi Berita Menakutkan Bagi Kawasan Asia-Pasifik

image
uru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian tentang KTT NATO. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

ORBITINDONESIA.COM - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian menyebut Deklarasi Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau NATO yang dihasilkan di Washington D.C. menjadi kabar buruk bagi kawasan Asia-Pasifik.

"Deklarasi KTT NATO di Washington adalah sebuah berita yang menakutkan atas Asia-Pasifik; suatu produk dari mentalitas Perang Dingin dan penuh dengan retorika perang. Kalimat demi kalimat mengenai China mengandung banyak bias, fitnah dan provokasi," kata Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Kamis, 11 Juli 2024.

KTT NATO berlangsung di ibukota AS, Washington D.C. sejak Selasa, 9 Juli hingga 11 Juli 2024.

Baca Juga: Sekjen NATO Jens Stoltenberg: China Perkeruh Perang di Eropa dengan Dukung Rusia Menyerang Ukraina

Pada Rabu, 10 Juli 2024, NATO mengeluarkan Deklarasi gabungan KTT Washington, yang secara khusus meminta China "untuk menghentikan semua dukungan material dan politik terhadap upaya perang Rusia," yang diduga termasuk "transfer material penggunaan ganda, seperti komponen senjata, peralatan, dan bahan mentah yang menjadi input bagi sektor pertahanan Rusia."

Amerika Serikat (AS) telah lama menduga bahwa perusahaan-perusahaan China telah memberikan dukungan militer kepada Rusia, suatu klaim yang telah dibantah oleh Beijing dan Moskow.

"Kami sangat menyesalkan dan dengan tegas menentangnya dan telah mengajukan protes serius kepada NATO," kata Lin Jian menambahkan.

Baca Juga: Jens Stoltenberg: Sekutu NATO Tingkatkan Belanja Pertahanan 18 Persen, Terbesar Dalam Beberapa Dekade

Lin Jian mengatakan salah satu agenda KTT NATO kali ini adalah memperingati ulang tahun NATO yang ke-75. Bahkan sebelum KTT dimulai,  AS dan NATO menyebut soal "kemuliaan" dan "solidaritas" aliansi tersebut sebagai "organisasi untuk perdamaian".

"Namun hal ini tidak menyembunyikan fakta bahwa NATO adalah sisa-sisa Perang Dingin dan produk konfrontasi blok serta politik blok. Pasukan NATO mengebom Yugoslavia selama 78 hari atas nama 'mencegah bencana kemanusiaan lebih lanjut'. Tragedi yang terjadi di Afganistan dan Libya memperjelas bahwa di mana pun NATO muncul, gejolak dan kekacauan akan terjadi," ungkap Lin Jian.

Lin Jian menegaskan apa yang disebut sebagai "keamanan" oleh NATO sering kali dibangun di atas ketidakamanan negara lain, dan sebagian besar kekhawatiran keamanannya disebabkan oleh upaya mereka sendiri.

Baca Juga: NATO Resmi Tunjuk Perdana Menteri Belanda Mark Rutte Sebagai Sekjen Pengganti Jens Stoltenberg

"'Keberhasilan' dan 'kekuatan' yang dibanggakan NATO berarti bahaya besar bagi dunia. Menciptakan musuh khayalan untuk membenarkan keberadaannya dan bertindak di luar wilayah adalah taktik andalan NATO. Salah menggambarkan Tiongkok sebagai 'tantangan sistemik' dan menjelek-jelekkan kebijakan dalam dan luar negeri China adalah salah satu contohnya," ungkap Lin Jian.

Terkait Ukraina, Lin Jian mengatakan NATO mengklaim bahwa China menjadi pihak yang bertanggung jawab.

"Hal tersebut tidak masuk akal. Tujuan dan posisi China adalah adil terhadap Ukraina. Peran konstruktif yang kami mainkan diakui secara luas oleh komunitas internasional. NATO telah menyebarkan disinformasi yang dibuat oleh AS dan secara terang-terangan memfitnah China untuk melemahkan hubungan dengan Eropa dan menghambat kerja sama China-Eropa," jelas Lin Jian.

Baca Juga: Korea Utara Tuduh AS, Jepang, dan Korea Selatan Ciptakan NATO Versi Asia Karena Bikin Latihan Militer Trilateral

Lin Jian menyebut bila hingga saat ini, krisis di Ukraina masih belum terlihat berakhir, siapa yang sebenarnya menyulut api dan memungkinkan konflik?

"Komunitas internasional tidak buta. Kami mendesak NATO untuk merenungkan akar penyebab krisis dan perilaku NATO, mendengarkan suara kebaikan dari komunitas internasional dan berkontribusi pada deeskalasi, daripada menyalahkan pihak lain," tegas Lin Jian.

Lin Jian mengatakan, jangkauan NATO di Asia-Pasifik, penguatan hubungan militer dan keamanan dengan negara-negara tetangga China dan sekutu AS, serta kolaborasi dengan AS untuk menerapkan Strategi Indo-Pasifik demi merugikan kepentingan China dan mengganggu perdamaian dan stabilitas di Asia-Pasifik telah dipertanyakan dan ditolak oleh negara-negara kawasan.

Baca Juga: Sekjen NATO Jens Stoltenberg: China Berpotensi Picu Konflik Terbesar di Eropa Sejak Perang Dunia II

"China mendesak NATO untuk membuang mentalitas Perang Dingin, memblokir konfrontasi dan pendekatan zero-sum, membentuk persepsi yang benar terhadap China, berhenti mencampuri urusan dalam negeri China serta berhenti mengganggu hubungan China-Eropa," kata Lin Jian.

China telah memperjelas posisinya lebih dari sekali yaitu tegas menentang penyebaran disinformasi AS mengenai apa yang disebut sebagai dukungan China terhadap industri pertahanan Rusia, yang tidak memiliki bukti pendukung.

"Tepat setelah krisis Ukraina pecah, AS secara keliru mengklaim bahwa China memberikan dukungan militer kepada Rusia. Hingga saat ini, AS belum memberikan bukti substansial apa pun. Bahkan para panglima militer AS mengakui bahwa China tidak memberikan bantuan militer kepada Rusia dalam krisis Ukraina," jelas Lin Jian.

Baca Juga: Menhan AS Llyod Austin Umumkan Bantuan Militer Lebih Dari 2,3 Miliar Dolar untuk Ukraina

Terlebih, Statistik menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen komponen militer dan barang-barang penggunaan ganda yang diimpor Rusia berasal dari AS dan negara-negara Barat lainnya, 95 persen komponen utama Rusia yang dihancurkan oleh Ukraina berasal dari Barat dan 72 persen komponen Barat buatan Rusia.

"Senjata mereka berasal dari perusahaan AS. Bagaimana AS menjelaskan hal itu? Terlebih lagi, AS dan sekutunya belum menghentikan perdagangan dengan Rusia. Tahun lalu, perdagangan mereka dengan Rusia mencapai lebih dari 130 miliar dolar AS yang mencakup 18 persen perdagangan luar negeri Rusia," kata Lin Jian.

Sebagian besar negara di dunia juga tidak menerapkan sanksi terhadap Rusia atau menghentikan perdagangan mereka dengan Rusia.

Baca Juga: Presiden China Xi Jinping dan PM Hongaria Viktor Orban Diskusikan Solusi Krisis Ukraina di Beijing

"Adalah tindakan munafik dan berstandar ganda oleh AS saat menuduh Tiongkok yang melakukan perdagangan normal dan pertukaran ekonomi dengan Rusia, sambil mengesahkan undang-undang untuk memberikan bantuan besar-besaran ke Ukraina. AS sering mengklaim dirinya sebagai pihak yang memperjuangkan keadilan, pembela hak asasi manusia dan polisi dunia, namun yang mereka lakukan justru mengobarkan api," tegas Lin Jian.

Lin Jian kembali menegaskan bahwa China bukanlah pencipta krisis Ukraina atau pihak di dalamnya.

"Kami telah bekerja secara aktif untuk memungkinkan terjadinya perundingan demi perdamaian dan solusi politik. Kami tidak pernah berupaya mengobarkan api, tidak pernah mengambil keuntungan dari krisis dan apalagi memberikan senjata kepada pihak mana pun yang berkonflik. Posisi ini jelas dan konsisten," ungkap Lin Jian.

Baca Juga: Presiden AS Joe Biden Akan Pasok Puluhan Sistem Pertahanan Udara Tambahan untuk Ukraina

NATO telah membahas pemberian jaminan yang mereka sebut sebagai "jembatan" menuju keanggotaan Ukraina ketika para pemimpin berkumpul untuk pertemuan puncak (KTT NATO) yang sedang berlangsung.

Dikatakan bahwa Kiev telah membuat "kemajuan konkret" dalam serangkaian reformasi demokratis, politik, dan militer yang perlu diselesaikan untuk keanggotaan dan menawarkan bahasa yang paling konkret hingga saat ini bahwa Ukraina pada akhirnya akan bergabung dengan aliansi meskipun ada ancaman Rusia terhadap perluasan tersebut.

Sekutu NATO berjanji memberikan dana lebih dari 43 miliar dolar AS (Rp696 triliun) kepada Ukraina pada tahun depan serta "memberikan bantuan keamanan yang berkelanjutan agar Ukraina bisa menang."

Baca Juga: Komunike NATO: Jalan Ukraina untuk Jadi Anggota Aliansi Transantlantik Tak Dapat Dibendung

Aliansi tersebut mengatakan Iran dan Korea Utara "menyulut" upaya perang Rusia dengan memberikan dukungan militer langsung kepada Moskow yang mencakup pesawat nirawak (drone) militer dan amunisi.

Namun, ia menyoroti China, yang menurut aliansi tersebut "telah menjadi penyokong utama perang Rusia melawan Ukraina melalui kemitraan 'tanpa batas' yang disebutnya dan dukungan skala besar untuk basis industri pertahanan Rusia." ***

Sumber: Antara

Berita Terkait