Waspada Hoaks, Belum Ada Bukti Kemasan AMDK Galon Polikarbonat Sebabkan Autis Pada Anak
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 21 Juni 2024 04:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Hingga saat ini belum ada bukti bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang biru berbahan polikarbonat bisa menyebabkan penyakit autis pada anak. Itulah sebabnya hingga saat ini pun belum ada kajian yang dilakukan terkait hal tersebut.
Hal itu disampaikan dokter spesialis anak yang juga Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rini Sekartini baru-baru ini. “Tidak ada kajian tentang pengaruh air dari galon guna ulang biru dengan penyakit autis pada anak. Sebab, belum ada buktinya juga,” ujarnya.
Dia menuturkan bahwa autis atau autisme itu merupakan masalah atau gangguan perilaku pada anak yang disebabkan banyak faktor, salah satunya faktor genetik. Beberapa faktor risiko yang teridentifikasi seperti riwayat prematur, riwayat kejang pada masa bayi, dan karena infeksi masa lampau.
Baca Juga: Dokter Anak Tegaskan, AMDK Galon Guna Ulang Tak Sebabkan Autisme
“Tapi, yang pasti air galon guna ulang biru itu tidak menjadi penyebab autis. Itu sudah pasti salah. Sebab, belum ada satupun penelitian yang mengungkap bahwa autis itu karena air galon guna ulang biru,” tegasnya.
Menurutnya, air galon guna ulang biru itu justru sangat baik untuk kesehatan karena mengandung mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia.
“Air galon guna ulang biru itu kan ada mineralnya. Justru baik untuk kesehatan. Kalau dikatakan bisa menyebabkan autis, seharusnya sudah banyak anak-anak di Indonesia yang menderita autis karena yang minum air galon kan banyak. Tapi, nyatanya, yang autis bisa dihitung jari,” tukasnya.
Baca Juga: Bikin Sampah Plastik Menggunung, Tanggung Jawab Produsen Galon Sekali Pakai Dipertanyakan
Dulu, kata Rini, ada penelitian yang mendukung pengaruh zat tembaga logam terhadap penyebab autis ini. Tapi, lanjutnya, tidak konklusif juga bahwa penyebab autis itu karena logam ini. “Akhirnya, penelitian ke arah situ juga makin jarang dilakukan,” ujarnya.
Karenanya, menurutnya, pencarian penyebab autis itu pun tidak lagi menjadi perhatian saat ini. “Biasanya pada anak autis, kita nggak mencari pasti penyebabnya. Pemeriksaan darah, CT Scan, biasanya tidak kita lakukan. Kita langsung masuk ke intervensi untuk penanganannya,” katanya.
Dia menjelaskan adapun gejala yang ditemukan pada anak penderita autis adalah mereka memiliki keterlambatan bicara dan kontak mata yang kurang, tidak dapat bersosialisasi, melakukan beberapa gerakan berulang tanpa tujuan seperti melirik, menjejerkan benda, memutar roda, dan terkadang disertai perilaku hiperaktif.
Baca Juga: Wakil Ketua KND Deka Kurniawan Paparkan Perbedaan Autisme dengan Hiperaktif Menurut Sumber Ahli
Untuk penanganannya, terhadap anak-anak autis itu dilakukan tergantung gejalanya. Menurut Rini, karena autis itu merupakan gangguan perilaku, jadi penanganannya juga harus dengan memperbaiki perilakunya. Terapinya dilakukan dengan berbagai cara, ada terapi sensor integrasi, ada okupasi, ada terapi bicara, dan terapi perilaku. “Jadi, ada multifaktor untuk terapinya,” paparnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa yang bisa terjadi pada anak autis itu adalah suka mengalami alergi makanan. Misalnya, alergi susu sapi dan alergi makanan laut. “Tapi, itu juga tidak semua anak alergi itu jadi dikatakan menderita autis,” ucapnya .
Dia mengatakan autis itu bisa dibagi menjadi autis ringan, sedang, dan berat. Untuk mendeteksinya biasanya ditentukan menggunakan perangkat skrining berupa kuesioner yang namanya M-CHAT-R.
Anak dengan gejala ada kontak matanya sebentar itu biasanya masuk autis ringan. Jika gejalanya tidak ada kontak mata tapi anaknya tidak cuek, itu masuk autis sedang. “Tapi, yang sama sekali cuek dan nggak ada kontak mata biasanya kita masukkan kategori autis berat,” tuturnya.
Dia mengatakan, kondisi anak-anak autis dapat diperbaiki dengan mengembangkan kemampuan anak dengan melakukan beberapa jenis terapi.Termasuk pengulangan jenis terapi yang dilakukan oleh terapis. “Terapinya meliputi terapi perilaku, terapi sensori integrasi, okupasi dan terapi bicara. Tetapi perlu waktu cukup panjang melakukan terapi ini,” katanya.
Sebelumnya, dokter spesialis anak lainnya, Bernie Endyarni Medise juga menegaskan tidak pernah ada anak menjadi autis karena mengkonsumsi air galon guna ulang biru.
Menurutnya, penyebab pastinya anak autis ini masih belum diketahui hingga kini. Yang baru diketahui adalah anak autis itu ada hubungannya dengan genetik tertentu seperti adanya autism pada kelainan Fragile X syndrome. ***